Sukses

Pemerintah Revisi Daftar Negatif Investasi, Pengusaha Kecewa Tak Dilibatkan

Wakil Ketua Umum Apindo, Shinta Kamdani menuturkan, pihaknya masih menunggu kejelasan informasi dari pemerintah terkait revisi daftar negatif investasi (DNI).

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah merevisi daftar negatif investasi (DNI). Dengan ada perubahan itu, Penanaman Modal Asing (PMA) untuk berinvestasi di Indonesia semakin luas pada beberapa bidang usaha baru.

Pemerintah merevisi daftar negatif investasi (DNI) untuk mendorong penanaman modal dalam negeri maupun asing agar berinvestasi. 

Namun, sayangnya kebijakan tersebut sempat membuat bingung beberapa pihak. Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta W. Kamdani menilai, kebijakan penghapusan beberapa sektor usaha dari DNI masih menjadi dilema.

"Sekarang saja paket kebijakan ekonomi saja jadi konflik. Dilema pemerintah mau buka, disangka sangkut UMKM, ini interpretasi yang tidak jelas juga dari pemerintah,” kata Shinta saat ditemui di Hotel ShangriLa, Jakarta, Rabu (21/11/2018).

Selain itu, Shinta juga mengaku kecewa karena dalam pembuatan kebijakan tersebut tidak melibatkan para pengusaha terlebih dahulu. "Kita belum diajakin konsultasi. Apa benar pengaruh dengan UMKM. Pada saat ini kami rekomendasikan pemerintah jangan buru-buru. Evaluasi bersama. Ditunda dulu. Jangan laksanakan sebelum kita tahu bahwa isinya benar. Baik pengusaha lokal dan asing ingin tahu ini apa. Saat ini bingung dengan isinya. Katanya gak pengaruh dengan UMKM. Tapi ada sektor yg dibuka 100 persen PMA, apa benar UMKM tidak kena di sektor sektor itu?,” ujar dia.

Shinta juga meminta aturan mengenai kemitraan untuk diperjelas lagi statusnya.

"Kemudian soal kemitraan, perlu diperjelas polanya seperti apa. Katanya sudah dibagi kelompok kelompok, tapi kami ingin tahu. Salahnya Penerintah kenapa tidak komunikasi dulu, ada Kadin, APINDO dan HIPMI, diajak bicara jadi bisa keluar sama - sama sehingga tidak timbulkan polemik.," ujar dia.

"Padahal asing lihat ini pasti butuh, namun dengan reaksi ini justru akan bertanya -tanya. Maka pemerintah kami dorong untuk lebih terbuka,” tambah dia.

Shinta menjelaskan, investasi dari asing atau PMA memang diperlukan untuk mendorong perekonomian dalam negeri. “Maka kita tidak bisa berdiri sendiri. Walau negara mandiri dan independen, kita perlu interdependensi dari negara luar,” ujar dia.

Kendati demikian Shinta enggan berkomentar lebih jauh mengenai penghapusan DNI. Dia menegaskan masih akan menunggu kejelasan informasi dari pemerintah.

"Kalau saya lihat, pertama pak menko (Darmin Nasution) menjelaskan, pada bingung semua. Negatif, wah itu UMKM bla bla bla. Terus ada penjelasan lagi. Jadi banyak miss interpretasi. Kami tidak berani banyak ngomong sebelum lihat bagaimana," ujar dia.

Shinta berharap persoalan tersebut bisa segera selesai. Sebab menurutnya, hal ini juga sangat ditunggu kejelasannya oleh para investor asing yang ingin menanamkan investasinya di Indonesia.

"Sekarang kita dorong secepatnya selesaikan ini. Tujuannya bagus, untuk tarik lebih banyak investasi. Tapi komunikasi nya mungkin perlu diperbaiki. Kami juga akan konsultasi dulu dengan para konstituen, pengusaha, untuk disampaikan pemerintah. Apapun prosesnya, sebelumnya kebijakan baru keluar kalau bisa dikonsultasikan dulu. Sudah kami remind (ingatkan) berkali – kali,” ujar dia.

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

 

2 dari 2 halaman

Kadin Minta Pemerintah Tunda Relaksasi DNI, Ini Sebabnya

Sebelumnya, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Roesan Perkasa Roeslani mengaku heran kepada pemerintah yang tidak mengikut sertakan pelaku usaha dalam pengambilan keputusan soal revisi Daftar Negatif Investasi (DNI). Menurutnya pelaku usaha dalam hal ini memiliki peranan penting, apalagi ada beberapa sektor usaha yang dinilai masih rancu.

"Yang perlu saya sampaikan di sini kami dalam paket kebijakan 16 ini megenai dana hasil ekspor memang kami dilibatkan baik oleh BI (Bank Indonesia), Kementerian Keuangan dan lainnya maupun tax holiday. Tapi mengenai relaksasi DNI ini kami tidak diikut sertakan sama sekali," kata Roesan saat ditemui di Kantornya, Jakarta, Rabu 21 November 2018.

Roesan menyampaikan, pemerintah dalam mengambil keputsan kali ini terkesan hanya sepihak. Sedangkan apabila melihat ke belakang dalam perumusan relaksasi DNI pada 2016 lalu pihaknya telah dilibatkan.

"Kita masih inget (2016) beberapa kali kita melakukan pertemuan dengan pemerintah dengan BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal), kita kumpulkan asosiasi di bawah Kadin untuk menyampaikan dan memberikan masukan. Nah dalam hal ini kita tidak diikut sertakan sama sekali," imbunya.

Dengan demikian, pihaknya meminta agar pemerintah menunda relaksasi terhadap DNI ini. "Kami minta ini ditunda sampai dunia usaha dalam hal ini kadin dan seluruh asosiasi akan memeberikan tanggapan dan masukan," katanya.

"Karena saya juga akan mengumpulkan 124 asosiasi besok pagi untuk mendapatkan masukan dari mereka secara komperensif," tambahnya.

Seperti diketahui, Pemerintah Jokowi-JK akhirnya memutuskan untuk merevisi daftar negatif investasi (DNI) yang telah diterbitkan sebelumnya pada 2016. Dengan adanya relaksasi ini maka peluang Penanaman Modal Asing (PMA) untuk berinvestasi di Indonesia semakin luas pada beberapa bidang usaha baru.

Dari 54 bidang usaha Daftar Negatif Investasi (DNI) hanya 25 di antaranya yang bisa menerima Penanaman Modal Asing (PMA) secara penuh atau 100 persen. Setidaknya, pemerintah membagi dalam beberapa kelompok. Berikut uraiannya:

Grup pertama yakni Kelompok A, yang terdiri dari 4 bidang usaha yang dikeluarkan dari kelompok DNI dan dicadangkan untuk UMKM-K. Sebanyak dua di antaranya yakni sektor pengupasan umbi-umbian dan bidang jasa warung internet.

Selanjutnya, Kelompok B, yaitu bidang usaha yang dikeluarkan dari persyaratan kemitraan, dan hanya ada satu usaha bidang ini.

Untuk Kelompok C, terdapat 7 bidang usaha yang dikeluarkan dari persyaratan PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) 100 persen, dengan ketentuan dibuka untuk UMKM-K, PMDN, dan PMA.

Sementara Kelompok D yakni 17 bidang usaha yang sebelumnya dibuka untuk PMA tetapi memerlukan rekomendasi. Sebagai catatan, 17 bidang usaha ini juga dibuka untuk UMKM-K, PMDN dan PMA.

Terakhir, Kelompok E yang terdiri dari 25 bidang usaha, nantinya bisa dikuasai PMA dengan besaran minimal di atas Rp 10 miliar. Adapun kelompok ini kemudian dibagi lagi menjadi enam sektor, yakni Kominfo, ESDM, Perhubungan, Pariwisata, Kesehatan, dan Ketenagakerjaan.

Sektor Kominfo sendiri melingkupi delapan bidang usaha, antara lain jasa sistem komunikasi data, penyelenggaraan jaringan telekomunikasi tetap, penyelenggaraan jasa telekomunikasi layanan konten, pusat layanan informasi (call center) dan jasa nilai tambah telepon lainnya, jasa akses internet, jasa internet telepon untuk kepentingan publik, dan jasa interkoneksi internet (NAP) dan jasa multimedia lainnya.

Sedangkan pada sektor ESDM ada sebanyak tujuh bidang usaha, di antaranya jasa konstruksi migas, jasa survei panas bumi, jasa pemboran migas di laut, jasa pemboran panas bumi, jasa pengoperasian dan pemeliharaan panas bumi, pembangkit listrik di atas 10 megawatt, serta pemeriksaan dan pengajuan instalasi tenaga listrik atas instalasi pendidikan tenaga listrik.

Sebanyak 8 bidang usaha sisa selanjutnya berada di bawah 4 sektor lain. Semisal sektor pariwisata yang membawahi bidang usaha galeri seni, dan galeri pertunjukan seni.

Lalu dua bidang usaha di sektor perhubungan yakni angkutan orang dengan moda darat tidak dalam trayek, angkutan pariwisata dan angkutan jurusan tertentu sektor perhubungan, serta angkutan moda laut luar negeri untuk penumpang.

Terdapat tiga bidang usaha dalam sektor kesehatan, yaitu industri farmasi obat jadi, fasilitas pelayanan akupuntur, dan pelayanan pest control. Sedangkan untuk sektor ketenagakerjaan hanya membawahi satu bidang usaha, yakni pelatihan kerja.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini: