Sukses

Harga Minyak Turun, Kementerian ESDM Minta Badan Usaha Turunkan Harga BBM Nonsubsidi

Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM)‎ akan memanggil badan usaha penjual Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk menurunkan harga BBM nonsubsidi.

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak dunia terus turun, bahkan sempat menyentuh level USD 57 per barel. Melihat kondisi tersebut Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM)‎ akan memanggil badan usaha penjual Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk menurunkan harga BBM nonsubsidi.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Djoko Siswanto mengatakan, harga minyak dunia yang tertekan merupakan hal baik untuk kegiatan hilir. Atas kondisi penurunan harga minyak tersebut, seharusnya harga BBM nonsubsidi ikut menyesuaikannya.

"Kalau harga minyak turun, harus turun," kata Djoko, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (21/11/2018).

Djoko mengaku, akan memanggil badan usaha yang melakukan kegiatan penjualan BBM nonsubsidi, untuk meminta menyesuaikan harga dengan penurunan harga minyak dunia.

"Ya nanti semua perusahaan yang jual BBM non subsidi, kita mau panggil untuk nurunin harganya," tutur dia.

‎Namun menurut Djoko, penurunan harga BBM nonsubsidi tidak bisa dilakukan secara langsung. Lantaran, pemerintah juga memikirkan badan usaha yang membeli BBM ketika harga lebih tinggi.

‎"Begini, mereka sudah impor pakai harga lama. Harga minyaknya baru turun sekarang. Yang beli sekarang mungkin untuk dijual bulan depan atau kapan. Kita belum tahu. Enggak bisa harga dunia turun, sekarang harus turun. Semakin cepat makin bagus," ujar dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Harga Minyak Turun 7 Persen

Sebelumnya, harga minyak merosot kurang lebih 7 persen pada penutupan perdagangan Selasa (Rabu pagi waktu Jakarta). Pendorong penurunana harga minyak ini karena kekahwatiran akan pasokan yang terus bertambah dan penurunan permintaan karena perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia.

Mengutip Reuters, Rabu 21 November 2018, harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS turun USD 3,90 atau 6,8 persen ke level USD 53,30 per barel pada pukul 2.01 siang waktu New York.

Kontrak minyak AS ini sempat jatuh 7,7 persen pada awal sesi menjadi USD 52,77 per barel dan merupakan level terendah sejak Oktober 2017.

Sedangkan untuk harga minyak mentah Brent berjangka turun USD 4,50, atau 6,7 persen menjadi USD 62,29 per barel. Patokan harga minyak internasional ini sempat jatuh sebanyak 7,6 persen menjadi USD 61,71 per barel yang merupakan level terendah sejak Desember 2017.

Penurunan harga minyak pada perdagangan hari selasa ini memperpanjang penurunan yang terjadi ssejak awal Oktober. Harga WTI telah jatuh lebih dari 30 persen dari angka puncak pada awal Oktober, terbebani oleh lonjakan pasokan dan aksi jual aset berisiko di seluruh dunia.

Harga minyak Brent telah kehilangan sekitar 28 persen untuk periode yang sama.

"Penurunan harga minyak kali ini lebih karena risiko,” kata Jim Ritterbusch, presiden Ritterbusch and Associates.

"Ketika pasar saham turun 8 atau 9 persen itu cenderung menyulap citra ekonomi global yang lemah dan memenuhi harapan akan permintaan minyak yang lebih lemah dari perkiraan." tambah dia.

Harga minyak juga mengalami tekanan setelah Presiden AS Donald Trump mengatakan Amerika Serikat bermaksud untuk tetap menjadi mitra setia Arab Saudi meskipun Putra Mahkota Saudi Mohammad bin Salman tersangkut dalam kasus pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi di di Turki yang terjadi pada bulan lalu.

Pasar minyak mengalami tekanan karena adanya potensi gangguan pasokan di tengah ketegangan yang meningkat antara Amerika Serikat dan Arab Saudi atas pembunuhan itu.

Namun para analis mengatakan ancaman terhadap pasokan terbatas sudah mulai terjadi.

"Saya tidak pernah benar-benar memahami pengaruh dari friksi antara AS dan Arab Saudi dari sudut pandang kebijakan," kata Joe McMonigle, analis kebijakan energi senior di Hedgeye Risk Management, Washington, AS.

"Saya pikir hari ini apa yang mendorong minyak adalah aksi jual di pasar saham." tambah dia. 

Sementara itu, Amerika Serikat sedang mempertimbangkan menambahkan Venezuela, salah satu pemasok minyak mentah terbesarnya, ke daftar sponsor terorisme.

Ekspektasi untuk pekan kesembilan persediaan persediaan minyak mentah AS juga membebani harga. Analis yang disurvei menjelang data mingguan memperkirakan stok minyak mentah naik sekitar 2,9 juta barel pada pekan lalu.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.