Liputan6.com, Jakarta - Revolusi Industri 4.0 memberi banyak tantangan bagi sektor ketenagakerjaan yang harus diantisipasi semua pihak. Jika tidak, akan banyak tenaga kerja Indonesia yang kalah bersaing dan tersisih dari dunia kerja.
Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), Khairul Anwar mengatakan, tantangan tersebut antara lain terkait perubahan keterampilan, perubahan jenis pekerjaan dan perubahan pola hidup masyarakat.
“Akses peningkatan kompetensi yang massif serta kehadiran negara melalui jaminan sosial yang mampu melindungi pekerjaan dan pendapatan warga negaranya menjadi sangat krusial dalam menghadapi revolusi industri 4.0 saat ini," ujar dia di Jakarta, Kamis (22/11/2018).
Advertisement
Baca Juga
Khairul menjelaskan, pemerintah dan dunia industri harus bekerja sama dalam mengantisipasi menghadapi tantangan-tantangan ini. Terkait keterampilan misalnya, pekerjaan yang berubah menuntut keterampilan yang berubah juga.
"Kemudian tantangan transformasi pekerjaan (job transformation). Akibat dari perkembangan teknologi, bekerja tidak lagi terbatas oleh ruang dan waktu," kata dia.
Menurut dia, pola bekerja saat ini juga sudah bisa dilakukan di mana saja. Akibat dari perkembangan teknologi part time job 4.0 juga dimungkinkan.
Part time job 4.0 adalah kondisi kerja dengan satu orang memungkinkan memiliki lebih dari satu mata pencaharian.
"Misalnya, seorang karyawan kantor bisa bekerja di kantornya pada siang harinya dan menjajakan properti di malam harinya melalui situs online," ungkap dia.
Teknologi juga menyebabkan batasan ruang lingkup kerja semakin samar dan pekerja-pekerja kontrak bebas tumbuh pesat. Selain itu dengan tuntutan pekerjaan yang semakin tinggi dan semakin banyaknya pekerjaan-pekerjaan repetitif yang bisa digantikan mesin atau robot.
"Tantangan ketiga adalah tantangan transformasi masyarakat (society transformation). Dampaknya terhadap masyarakat, ketimpangan kompetensi dan pendapatan antara individu yang memiliki akses komputer dan internet akan semakin terasa di era Revolusi Industri 4.0 ini," tutur dia.
Solusi Hadapi Tantangan Revolusi Industri 4.0
Untuk menjawab ketiga tantangan ini, lanjut Khairul, salah satu solusinya adalah kebijakan pasar tenaga kerja inklusif (inclusive labor market policy).
“Pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan tingkat kompetensi serta, redistribusi pendapatan dan aset, yang berarti lebih banyak jaminan sosial untuk individu yang lemah dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjadi factor penting,” kata Khairul.
Kemnaker telah menggelar program-program pelatihan dan sertifikasi APBN di Balai Latihan Kerja (BLK) dan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP). Pada 2018, Kemnaker memiliki target untuk melatih sebanyak 159.064 orang dan mensertifikasi sebanyak 260.024 orang tenaga kerja.
Sedangkan di 2019, APBN akan melatih sebanyak 526.344 orang, termasuk di dalamnya program pemagangan, dan mensertifikasi sebanyak 526.189 orang tenaga kerja.
“Ini bukti nyata bahwa pemerintah serius untuk menangani masalah kompetensi tenaga kerja nasional. Diharapkan jumlah ini terus meningkat hingga kita dapat melatih hingga 1.4 juta orang tenaga kerja yang berkualitas per tahun melalui triple skills, yaitu skilling, re-skilling, dan up-skilling. Hal ini penting untuk mengejar ketertinggalan tantangan bonus demografi kita,” tutur dia.
Selain itu Kemnaker juga berkomitmen untuk mendorong program Gerakan Nasional Indonesia Kompeten (GNIK) yang distimulasi oleh gerakan sertifikasi 4.000 praktisi HR dan meluluskan 400 ribu peserta pemagangan bersertifikat di seluruh Indonesia.
"Gerakan ini hanya permulaan, karena tantangan SDM kita ke depan jauh lebih besar dari sekedar pelatihan PBK, Program Pemagangan dan sertifikasi," ujar dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement