Sukses

Negara Lagi Krisis, Miliarder Venezuela Malah Berbuat Curang

Miliarder Venezuela nampak tak peduli terhadap kondisi negaranya yang dilanda krisis ekonomi.

Liputan6.com, Caracas - Miliarder Venezuela Raul Gorrin Belisario (Gorrin) sedang menjadi incaran hukum Amerika Serikat. Mantan pemiliki jaringan berita Globovision itu terlibat dalam skema kasus suap dan pencucian uang.

Dilansir dari Time, miliarder itu menyuap Bendahara Nasional Alejandro Andrade Codeno dan pejabat senior lainnya untuk mendapat akses ke harga nilai tukar yang lebih menguntungkan.

Kontrol mata uang di Venezuela sangatlah kaku selama 10 tahun terakhir. Hal itu disebut menjadi pemicu kasus gratifikasi dari kalangan tertentu agar mendapatkan mata uang asing yang harganya sedang mahal (overvalued) dari pihak pemerintah, lalu dijual lagi di pasar gelap untuk meraup untung besar.

Gorrin terkenal dekat dengan rezim Presiden Maduro saat ini. Hasil uang yang ia dapat pun dicuci dalam bentuk real estate di Manhattan dan Florida.

Seperti diketahui, Venezuela sedang mengalami kesusahan ekonomi dan IMF menyebut pada 2019 inflasi di sana akan mencapai 10 juta persen. Akibat mata uang bolivar yang loyo, warga pun mengandalkan pasar gelap untuk membeli dolar yang relatif lebih stabil.

Kasus ini ternyata menyeret mantan bodyguard Presiden Hugo Chavez: Alejandro Andrade. Pria itu tampak memiliki nasib mujur karena bisa menjadi Bendahara Nasional di Venezuela, padahal dulu dia hanya bodyguard. Ketika Andrade memegang jabatan Bendahara itulah ia menerima suap Gorrin untuk memberikan akses.

NPR menyebut, Andrade mendapat uang sampai USD 1 miliar. Gara-gara kasus ini, asetnya pun disita pengadilan AS, mulai uang, 10 mobil mewah (termasuk Bentley, Porsche, dan tiga Mercedes Benz), 17 kuda (bernama Bonjovi, July Jumper, dan Tinker Bell), 30 jam tangan, dan sembilan aku bank.

Kabar penyitaan kuda ini ditenggarai memberi dampak pada putra Andrade yang merupakan ekuestrian Olimpiade dari Venezuela dan suka memamerkan aktivitas berkudanya di Instagram. Gorrin sedang buron, sementara Andrade, yang tinggal di Miami, tengah ditangani pemerintah AS.

 

2 dari 2 halaman

PBB: Krisis Politik dan Ekonomi Bikin 3 Juta Orang Pergi dari Venezuela

Laporan terbaru PBB menyebut bahwa krisis politik dan ekonomi di Venezuela telah membuat sekitar tiga juta warganya melakukan eksodus besar-besaran sejak 2015.

Angka baru itu menunjukkan bahwa sekitar satu dari 12 penduduk kini telah meninggalkan Venezuela, yang didorong oleh dampak kekerasan, hiperinflasi, serta kekurangan makanan dan obat-obatan.

Tingkat migrasi telah meningkat dalam enam bulan terakhir, kata William Spindler dari komisioner tinggi PBB untuk pengungsi (UNHCR). Ia meminta upaya internasional lebih besar untuk meredakan ketegangan dengan para negara tetangga Venezuela.

Dikutip dari The Guardian pada Jumat, 9 November 2018, Venezuela telah tenggelam dalam krisis terparah di bawah pemerintahan presiden sosialisnya, Nicolas Maduro, yang berusaha mengendalikan hiperinflasi dengan menekan lawan-lawan politiknya.

Data PBB pada September itu menunjukkan 2,6 juta orang telah melarikan diri ke negara-negara tetangga Venezuela, tetapi pemerintah setempat berjuang untuk mengatasi dampak kemanusiaan dan politik dari salah satu migrasi massal terbesar dalam sejarah Amerika Latin.

"Peningkatan utama (ekodus Venezuela) terus dilaporkan di Kolombia dan Peru," kata Spindler.

Saat ini, Kolombia melindungi sekitar satu juta orang Venezuela, di mana setiap harinya dilaporkan terjadi kedatangan rata-rata 300 eksodus.

Pemerintah di Bogota berjanji bisa menampung sebanyak 4 juta imigran hingga 2021 mendatang, dengan biaya mencapai hampir US$ 9 miliar, atau setara Rp 131 triliun dengan kurs RP 14.620 per 1 dolar AS.

Para pengungsi yang baru berdatangan ke Kolombia dikabarkan kerap berkemah di luar terminal bus di Bogota.

Josmelis Lozada (21) melarikan diri dua bulan lalu dengan suaminya dan putrinya yang berusia 6 bulan.

"Ketika Anda tidak dapat menemukan makanan, ketika putri Anda bisa jatuh sakit kapan saja, saat itulah Anda tahu bahwa Anda harus pergi," kata Lozada sambil mendekap bayinya ke dadanya.

"Tapi di sini kami tidak memiliki pekerjaan, kami tidak punya sanak saudara, jadi kami mungkin harus kembali," lanjutnya lirih. Setelah sempat menjadi pelayan di sebuah restoran di Valencia, kota ketiga terbesar di Venezuela, Lozada kini menghabiskan hari-harinya dengan mengemis di luar pusat perbelanjaan di Bogota.