Liputan6.com, Jakarta - Komite Nasional Kecelakaan Transportasi (KNKT) sedikit membeberkan hasil investigasi awal mengenai jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 di laut Karawang pada 29 November 2018. Hal ini diungkapkan dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi V DPR RI Kamis ini.
Ketua Sub Komite Investigasi Kecelakaan Penerbangan KNKT Nurcahyo Utomo mengatakan, setidaknya ada beberapa masalah selama penerbangan sebelum akhirnya pesawat itu jatuh.
Advertisement
Baca Juga
Pertama, Nurcahyo mengatakan ada perbedaan penunjukan kecepatan antara pilot dengan co-pilot. Ini dibuktikan dengan adanya perbedaan ketinggian antara sisi kanan dan sisi kiri kendali pesawat.
"Kemudian pesawat mulai bergerak, kecepatan mulai naik, kemudian kecepatannya terpisah, antara kiri dan kanan tidak sama," ujar Nurcahyo di DPR RI, Kamis (22/11/2018).
Saat terbang, pesawat tersebut mengalami stick shacker. Stick shacker adalah kondisi di mana kemudi di sisi pilot mulai bergetar. Getaran ini menjadi peringatan untuk pilot bahwa pesawat akan mengalami stall atau kehilangan daya angkat.
"Kemudian pesawat Lion Air JT 610 terus terbang, kemudian sempat menurun sedikit, kemudian naik lagi dan kemudian kira-kira terbang di ketinggian 5.000 kaki," ucapnya.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kehilangan Daya Angkut
Di ketinggian ini, karena kondisi pesawat akan kehilangan daya angkut, melalui automatic system, hidung pesawat otomatis turun.
"Jadi, hal ini kemungkinan disebabkan karena angle of attack di tempatnya kapten menunjukkan 20 derajat lebih tinggi," terangnya.
Namun demikian, pilot JT-610 mencoba melawan situasi ini dengan tetap mencoba kembali menaikkan pesawat. Namun, hal itu tidak bertahan lama hingga pada akhirnya pesawat kehilangan daya angkut dan jatuh.
"Dari data mesin yang kita peroleh bahwa antara mesin kiri dan kanan, hampir semua penunjuk mesin menunjukkan angka yang konsisten. Jadi, kami bisa simpulkan bahwa mesin tidak terjadi kendala di dalam penerbangan ini," pungkas Nurcahyo.Â
Advertisement