Sukses

Kepala BPS Ungkap Penyebab Data Pemerintah Pusat dan Daerah Kerap Berbeda

Sebagai contoh, terjadi perbedaan data jumlah guru Sekolah Dasar (SD) di Provinsi Yogyakarta antara Kementerian dengan Dinas di daerah.

Liputan6.com, Jakarta Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Kecuk Suhariyanto mengatakan hingga saat ini masih ditemukan ketidaksesuaian data sektoral antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.

Data yang dikumpulkan Kementerian/Lembaga Pusat berbeda dengan data yang dikumpulkan dinas atau instansi di daerah.

Sebagai contoh, terjadi perbedaan data jumlah guru Sekolah Dasar (SD) di Provinsi Yogyakarta antara Kementerian dengan Dinas di daerah. Data Kementerian mencatat pada tahun 2015/2016, jumlah guru SD di Yogyakarta berjumlah 20.809 orang. Namun jika menilik data daerah, jumlah guru SD berjumlah 19.897. Jadi ada selisih 912 orang.

"Kemana yah gurunya. Ngumpet atau kemana? Ataukah me-record-nya pada waktu yang berbeda. Begitu juga jumlah murid SD di sana. Ada perbedaan sekitar 1.265," kata dia, dalam diskusi 'Satu Data Indonesia', di Jakarta, Senin (26/11/2018).

Dia menjelaskan ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya ketidaksesuaian data pemerintah pusat dan daerah. Salah satunya berkaitan dengan metode pengumpulan data. Data yang berbeda bisa disebabkan perbedaan metodologi pengumpulan data yang dipakai Pemerintah Pusat dengan Dinas atau Instansi di daerah.

"Mungkin karena terjadi perbedaan metodologi. Semua data mentah yang sama tapi diproses dengan metodologi yang berbeda maka hasilnya akan berbeda," jelas Kecuk.

Selain metodologi, ketidaksesuaian data bisa juga disebabkan oleh berbedanya waktu pengumpulan data yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. "Perbedaan waktu. Kalau kita bicara data yang pada awal tahun berbeda dengan dengan pada akhir tahun," ujar dia.

"Atau jangan-jangan itu disebabkan oleh ketidaktelitian," imbuh dia.

Karena upaya memperbaiki kualitas pengumpulan data harus terus dilakukan. Sebab perbedaan data akan sangat berdampak pada proses pengawasan terhadap satu sektor serta proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan sektor bersangkutan.

"Perbedaan data yang kecil pun akan menjadi masalah untuk perencanaan dan monitoring," tandasnya.

 

Reporter: Wilfridus Setu Umbu

Sumber: Merdeka.com

2 dari 2 halaman

Data Pangan di Indonesia Harus Lebih Objektif

Direktur Statistik Tanaman Pangan Holtikultura, dan Perkebunan, Harmanto Bin Ashari Prawito mendorong adanya data pangan dan beras yang lebih akurat. Menurut dia, ini penting agar tidak lagi terjadi perbedaan data mengenai produksi beras.

"Data pangan atau beras di Indonesia itu era baru ini sudah saatnya untuk dilakukan agar lebih objektif. Artinya diukur secara lebih objektif dan untuk menjaga akurasi, untuk memberikan informasi kekinian," kata Harmanto dalam acara diskusi Impor Beras, Mengurai Polemik Data Produksi Beras, di Jakarta, Kamis (22/11/2018).

Harmanto menyatakan, data ini menjadi penting, sebab pemerintah belum mampu memberikan data pangan yang jelas. Selama ini, kata dia, data pangan yang dikeluarkan pemerintah selalu angka ramalan.

"Ketika Pak Presiden (Jokowi) rapat dengan kabinet selalu disediakannya seris data. Seris data yang dibuat dengan angka ramalan padahal dinamika pertanian itu sudah luar biasa," kata dia.

"Karena apa dulu di era lalu dilakukannya kita tidak mampu memberikan data kekininan. Karenanya ketika 2018 itu angkanya masih ramalan diperoleh dari angka ramalan begitu ini enggak banget. Tidak kekinian banget," tambahnya.

Oleh karena itu, kata dia, sudah saatnya di era sekarang ini data pangan dan beras harus dikelola secara lebih akurat. Di samping itu, juga memerlukan penggunaan teknologi agar kecepatan akses data dapat diperoleh dengan mudah.

"Jadi tidak ada lagi jamannya berdasarkan (data pangan) diperoleh dari estimasi dari angka lamaran ya," ujar dia.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Video Terkini