Sukses

Rupiah Berpotensi Melemah hingga Akhir Tahun

Ada beberapa faktor yang membuat nilai tukar rupiah dapat kembali melemah di akhir 2018.

Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) hingga Senin 26 November 2018 terus menguat. Hingga siang ini, rupiah menguat tipis 14.503 per dolar AS dibanding penutupan perdagangan sehari sebelumnya di angka 14.544 per dolar AS.

Meski begitu, Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira memperkirakan, kurs rupiah masih bisa melemah baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Menurutnya, ada beberapa faktor yang membuat nilai tukar rupiah dapat kembali melemah. Antara lain, rencana kenaikan suku bunga bank sentral AS The Fed hingga persoalan Brexit di tanah Eropa.

"Rupiah akhir tahun di kisaran 14.700-14.900 masih berpotensi melemah akibat rencana kenaikan suku bunga Fed. Gejolak Brexit di Eropa juga membuat pelaku pasar beralih ke aset yang lebih aman," jelas dia saat ditanyai Liputan6.com, Senin (26/11/2018).

Di sisi lain, ia melanjutkan, rupiah masih terjaga di bawah batas psikologis 15.000 lantaran penurunan harga minyak mentah. "Bagi negara net importir minyak seperti Indonesia, turunnya harga crude oil membuat defisit migas tidak terlalu bengkak," ungkapnya.

Selain itu, Bhima menambahkan, pelaku pasar juga masih mencermati perkembangan neraca datang sampai Desember 2018. "Respon BI dalam menghadapi rencana normalisasi moneter Fed tahun depan juga penting," ia menekankan.

Saat ditanya proyeksi terkait rupiah awal 2019 nanti, dia menjawab, nilai tukar mata uang Garuda akan sedikit meninggi di kisaran 14.700-15.000 dan fluktuatif mendekati batas atas. Ada beberapa indikator yang membuat rupiah cenderung kembali melemah pada awal tahun nanti.

"Kebutuhan valas awal tahun nya naik, terutama untuk pembelian impor bahan baku industri. Kemudian semakin dekat tahun politik banyak investor yang menahan realisasi investasinya. Arus capital inflow terancam turun," tutur Bhima.

2 dari 2 halaman

Imbal Hasil Obligasi AS Turun, Rupiah Menguat Tipis

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat tipis pada perdagangan di awal pekan ini.

Mengutip Bloomberg, Senin (26/11/2018), rupiah dibuka di angka 14.544 per dolar AS, tak berubah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.544 per dolar AS. Namun menjelang siang, rupiah menguat ke 14.503 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.497 per dolar AS hingga 14.558 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 6,96 persen.

Sedangkan Berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.551 per dolar AS, menguat 1 poin jika dibandingkan dengan patokan 23 November lalu yang ada di angka 14.552 per dolar AS.

Analis senior CSA Research Institute Reza Priyambada di Jakarta, Senin, mengatakan bahwa pergerakan dolar AS cenderung tertahan terhadap sejumlah mata uang dunia, termasuk rupiah di tengah perayaan Thanksgiving.

"Pergerakan imbal hasil obligasi Amerika Serikat juga cenderung bergerak turun, sehingga menambah topangan bagi rupiah," katanya dikutip dari Antara.

Dari dalam negeri, ia menambahkan, pelaku pasar uang masih mencermati defisit transaksi berjalan serta terkait revisi aturan Daftar Negatif Investasi (DNI) dalam Paket Kebijakan XVI.

"Meski demikian, situasi itu tidak menghalangi penguatan rupiah yang mampu memanfaatkan pelemahan sejumlah mata uang global," katan reza. Ia berharap sentimen dari dalam negeri tetap kondusif sehingga tidak menghalangi apresiasi rupiah.

Ekonom Samuel Sekuritas Ahmad Mikail menambahkan nilai tukar rupiah yang bergerak menguat juga seiring harga minyak mentah dunia yang sedang berada dalam tren pelemahan.

"Turunnya harga minyak diperkirakan dapat membantu mengurangi defisit neraca migas," katanya.