Liputan6.com, Washington D.C. - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengapresiasi turunnya harga minyak. Sebuah apresiasi pun diberikannya kepada dirinya sendiri.
Lewat akun Twitter-nya, Trump menyamakan turunnya harga minyak seperti pemotongan pajak. Pada kesempatan yang sama, ia pun menyindir bank sentral negaranya yang kerap menaikkan suku bunga.
Advertisement
Baca Juga
So great that oil prices are falling (thank you President T). Add that, which is like a big Tax Cut, to our other good Economic news. Inflation down (are you listening Fed)!
— Donald J. Trump (@realDonaldTrump) November 25, 2018
"Sungguh hebat harga minyak menurun (terima kasih Presiden T). Tambahkan hal itu, yang bagai sebuah Pemotongan Pajak besar, ke berita baik lainnya pada ekonomi kita. Inflasi turun (apa kau mendengarkan Fed)!" ujar Trump.
Sampai akhir pekan lalu, harga minyak merosot hampir delapan persen ke level terendah dalam setahun ini. Sebelumnya juga dikabarkan bahwa AS, Arab Saudi, dan Rusia menambah produksi minyak mereka.
Trump pun juga sempat mengajak Saudi untuk menurunkan harga minyak lagi. Namun, Oil Price menyebut pejabat-pejabat Saudi malah ingin memotong produksi agar menaikkan harga.
OPEC dan Saudi dikabarkan akan melakukan langkah tersebut secara diam-diam agar tidak memancing amarah Presiden Trump. Pada dua pekan lalu, Trump lewat Twitter sempat mengatakan harga minyak harusnya bisa lebih murah karena banyaknya suplai.
"Diharapkan, Arab Saudi dan OPEC tidak akan mengurangi produksi minyak. Harga minyak seharusnya bisa lebih redang berdasarkan suplainya!" demikian cuitan Trump yang langsung membuat harga minyak Brent merosot. Topik minyak pun diprediksi akan turut jadi bahasan utama pada pertemuan G20 2018 di Buenos Aires.
Harga Minyak Anjlok 8 Persen Sambut Akhir Pekan
Harga minyak merosot hingga hampir delapan persen ke level terendah lebih dari setahun. Ini membawa kerugian mingguan dalam tujuh sesi berturut-turut.
Tekanan harga minyak itu didorong usai kekhawatiran melimpahnya pasokan ketika produsen utama mempertimbangkan pemangkasan produksi.
Pasokan minyak yang dipimpin produsen AS tumbuh lebih cepat dari pada permintaan. Untuk mencegah penumpukan bahan bakar yang tidak digunakan seperti pada 2015, Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) akan mulai memangkas produksi usai pertemuan pada 6 Desember 2018.
Akan tetapi, hal ini telah berperan menopang harga lantaran turun lebih dari 20 persen sepanjang November 2018. Harga alami penurunan bulanan terbesar sejak akhir 2014. Adapun perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China pun membebani pasar.
"Pasar sedang menetapkan harga seiring perlambatan ekonomi. Mereka mengantisipasi pembicaraan perdagangan China tidak akan berjalan baik,” ujar Analis Price Futures Group, Phill Flynn, seperti dikutip dari laman Reuters.
Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping akan bertemu pada KTT G20 di Buenos Aires, Argentina. "Pasar tidak percaya OPEC akan mampu bertindak cukup cepat untuk mengimbangi perlambatan permintaan yang datang,” ujar dia.
Adapun harga minyak mentah berjangka Brent turun USD 3,8 per barel atau 6,1 persen ke posisi USD 58,80. Selama sesi itu, harga tersebut turun menjadi USD 58,41 yang merupakan terendah sejak Oktober 2017.
Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) susut USD 4,21 atau 7,7 persen ke posisi USD 50,42 yang merupakan terlemah sejak Oktober 2017.
Selama sepekan, harga minyak Brent susut 11,3 persen dan WTI membukukan penurunan 10,8 persen yang merupakan penurunan terbesar dalam satu minggu sejak Januari 2016.
Advertisement