Liputan6.com, Jakarta - Teknologi budidaya ikan air tawar terus berkembang pesat, salah satunya adalah Keramba Jaring Apung (KJA) yang banyak dilakukan di perairan umum seperti sungai, danau, waduk dan situ. Keberhasilan pengembangan teknologi Keramba Jaring Apung juga terbukti berperan dalam peningkatan produksi ikan secara nasional.
Pengamat Perikanan Yudi Nurul Ihsan mengatakan, saat ini budidaya ikan air tawar dengan Keramba Jaring Apung yang ramah lingkungan dan berkelanjutan sangat dibutuhkan. Hal tersebut guna memenuhi kebutuhan konsumsi ikan nasional yang diprediksi mencapai 40 kg ikan per kapita per tahun.
Data Direktorat Jendral Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) menyebutkan, jumlah produksi ikan tahun 2015 masih didominasi oleh perikanan air tawar yang mencapai angka 69 persen. Kemudian, budidaya air payau sebesar 30 persen yang terdiri dari udang, ikan dan rumput laut, sedangkan untuk budidaya laut hanya 1 persen.
Advertisement
Pada 2016, produksi perikanan budidaya mencapai 13,2 juta ton atau naik 6,9 persen dibanding 2015 yang mencapai 11,5 juta ton. Besarnya produksi ikan air tawar yang didominasi oleh jenis ikan lele, mas, nila, dan patin.
Baca Juga
"Ini membuktikan bahwa budidaya ikan air tawar, terutama melalui teknologi Keramba Jaring Apung merupakan ujung tombak bagi pemenuhan kebutuhan protein hewani yang terjangkau bagi masyarakat," ujar dia di dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (28/11/2018).
Selain untuk memenuhi kebutuhan akan sumber protein hewani yang terjangkau, lanjut dia, Keramba Jaring Apung juga memiliki dampak ekonomi yang besar bagi masyarakat karena merupakan mata pencaharian utama bagi penduduk di sekitar perairan umum dengan Keramba Jaring Apung.
"Lebih jauh, adanya teknologi Keramba Jaring Apung memberikan efek multiplier terhadap penyerapan tenaga kerja baik langsung maupun tidak langsung, dari hulu ke hilir, seperti mereka yang bekerja untuk pembenihan, pakan ikan, buruh bongkar muat, buruh transportasi, tenaga panen, hingga pemilik warung makan," ungkap dia.
Yudi mengingatkan, pada 2030 jumlah penduduk dunia mencapai 9 miliar penduduk, untuk itu diperlukan asupan protein yang besar. Dengan luas daratan yang semakin sempit, maka sumber protein dari daratan akan semakin terbatas.
"Dengan demikian, protein dari ikan menjadi sumber protein yang sangat diandalkan dimasa yang akan datang. Budidaya perikanan menjadi sektor yang diandalkan untuk memenuhi sumber protein serta menjadi lahan pekerjaan bagi penduduk produktif yang menjadi bonus demografi Indonesia pada tahun 2030 tersebut," jelas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kemampuan Daya Dukung Perairan
Sementara itu, Peneliti Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Krismono mengatakan, perkembangan Keramba Jaring Apung harus diimbangi dengan perhitungan kemampuan daya dukung perairan.
Sebab, Keramba Jaring Apung memerlukan lingkungan perairan yang bersih agar ikan dapat tumbuh secara optimal dan menyesuaikan dengan daya dukung perairan serta menggunakan teknologi yang ramah lingkungan.
"Contohnya, dengan penebaran ikan di perairan umum dengan jenis ikan yang dapat memanfaatkan fitoplankton dan tumbuhan air dapat mengurangi kesuburan perairan," kata dia.
Keramba Jaring Apung di perairan umum, lanjut dia, seharusnya ditata dengan mempertimbangkan aspek sosial ekonomi masyarakat dan lingkungan. Untuk itu, perlu adanya program pembinaan untuk keberlangsungan Keramba Jaring Apung sehingga dapat memberikan manfaat seluas-luasnya bagi masyarakat.
"Teknologi yang diterapkan dalam budidaya perikanan dimulai dari penggunaan benih yang baik, hingga pakan apung dengan kadar fosfor yang rendah dan efisien. Selain itu, tata laksana atau manajemen Keramba Jaring Apung juga harus memperhatikan kebersihan dan sanitasi lingkungan seperti yang dipersyaratkan dalam Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) yang menjadi standar KKP," tandas dia.
Advertisement