Liputan6.com, Jakarta Peneliti Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri memprediksi rupiah masih melemah hingga 2019. Prediksi ini dengan melihat produktivitas Indonesia yang mengacu pada Current Acoount Deficit (CAD) yang belum juga menunjukkan performa optimal.
"Fenomena jangka pendek rupiah bisa menguat. Tahun depan jangka menengah, 99 persen rupiah akan melemah. Kalau bicara jangka panjang, hubungan rupiah dengan CAD itu erat sekali," ujar Faisal di Jakarta, Rabu (28/11/2018).
Advertisement
Baca Juga
Dia mengatakan, pelemahan rupiah sebenarnya tidak hanya terjadi tahun ini saja. Pada 2017, rupiah melemah dan CAD defisit namun dapat diatasi dengan jumlah uang yang masuk ke Indonesia cukup besar.
"2017, CAD kita defisit USD 17 miliar tapi uang yang masuk USD 22 miliar. Tetap rupiah melemah rerata tahunannya. Tapi melemahnya sangat sopan, sedikit sekali karena capital inflow-nya lebih banyak," jelasnya.
Lebih lanjut, Faisal menambahkan, pada 1998 hingga 2011, CAD Indonesia mengalami surplus, namun tetap diiringi fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS. Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi saat ini di mana rupiah dan defisit CAD sama-sama melemah.
Â
Reporter: Anggun P Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Berpeluang Menguat
Nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) terus mengalami penguatan dalam beberapa hari terakhir dan meninggalkan posisi 15.000 per dolar AS. Hari ini rupiah dibuka pada level 14.533 per dolar AS, melemah jika dibandingkan penutupan perdagangan kemarin.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, mata uang Garuda masih memiliki peluang untuk menguat kembali. Hal ini karena semakin banyak dana masuk ke dalam negeri.
"Masih ada ruang (untuk menguat). Tapi kan kami juga tidak berhabis-habisan untuk memperkuat sekuat-kuatnya langsung, yang penting sudah ada capital inflow," ujar Darmin di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (28/11/2018).
Baca Juga
Adanya dana masuk artinya investor akan kembali membeli saham dan SUN (Surat Utang Negara) yang memberi efek pada penguatan Rupiah. Dengan demikian, hal ini juga akan berdampak pada surplus transaksi modal dan finansial.
"Yang penting sudah ada capital inflow, sehingga dia beli kembali saham kami, SUN kami, dan kurs menguat lagi, paling tidak menguat lagi. Dengan begitu defisit transaksi berjalan bisa ditutup oleh surplus transaksi modal dan finansial. Kalau itu terjadi sebenarnya selesai," jelas Darmin.
Meski demikian, Mantan Direktur Jenderal Pajak tersebut belum dapat memastikan berapa sebenarnya fundamental nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS. Fundamental tersebut berbeda-beda berkisar antara 13.800 per dolar AS hingga 14.200 per dolar AS.
"Beda-beda orang bicara, ada yang bilang Rp 14.100 hingga Rp 14.200 per dolar AS, macam-macam tapi ada yang bilang bisa Rp 13.800 per dolar AS. Jadi tidak perlu ditanya (fundamental), tapi masih ada ruang (untuk menguat)," tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Advertisement