Sukses

Rupiah Dapat Kembali ke Posisi 14.000 per Dolar AS, Ini Syaratnya

Penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus disambut positif.

Liputan6.com, Jakarta - Penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus disambut positif. Mata uang garuda bahkan diperkirakan dapat menyentuh ke posisi Rp 14.000 per dolar AS.

Pengamat ekonomi Asian Development Bank (ADB) Eric Sugandi menjelaskan, rupiah bisa saja kembali ke posisi 14.000 per dolar AS. Akan tetapi, ada syarat yang mesti dipenuhi.

"Sampai akhir tahun saya perkirakan rupiah masih bergerak di kisaran Rp 14.000 - 14.300 per dolar AS. Tapi ini dengan  kecenderungan jika the Fed tidak naikkan suku bunga acuan lagi di bulan ini," ujar dia kepada Liputan6.com, Selasa (4/12/2018).

Eric menambahkan, penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS memang didukung baik dari sentimen internal maupun eksternal saat ini.

"Selain karena ada inflows portofolio ke surat berharga negara (SBN) dan bursa saham. Faktor eksternal lain ialah karena statement Jerome Powell bahwa Federal Funds Rate (FFR) sudah sedikit berada di bawah neutral rate,”ujar dia.

Ia menilai, pernyataan Jerome Powell itu diinterprestasikan pelaku pasar keuangan dan valuta asing (valas) sebagai indikasi suku bunga acuan the Federal Reserve (the Fed) tidak naik pada Desember 2018.

"Kemudian juga gencatan senjata perang dagang AS - Cina setelah pertemuan Trump - Xi Jinping akhir pekan lalu. Ini memberikan sentimen positif bagi penguatan rupiah," ia menambahkan.

Meski begitu, menurut dia, pemerintah masih dihadapkan oleh persoalan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD). Ini membuat penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih bersifat terbatas.

"Masih ada masalah pada neraca pembayaran, terutama CAD, yang membuat daya topang fundamental ekonomi untuk penguatan lebih lanjut terbatas," paparnya.

 

2 dari 3 halaman

Masuknya Arus Modal Asing

Sementara itu, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengungkapkan, penguatan rupiah terhadap dolar AS mendorong arus modal asing untuk masuk ke Indonesia. 

Tak hanya itu, penurunan harga minyak dunia juga diperkirakan berdampak positif terhadap neraca perdagangan dan juga terhadap beban Anggaran Pendapatan Belanja dan Negara (APBN). 

"Tapi sumber tekanan terhadap rupiah sebenarnya masih tetap ada dan cukup kuat. Ketidakpastian perang dagang masih ada walaupun sekarang terjadi penundaan atau gencatan senjata," ungkap Piter.

Dia menuturkan, mata uang rupiah masih berpotensi melemah melihat persoalan CAD dan kemungkinan naikknya suku bunga acuan The Fed pada tahun depan. 

"Meski diprediksi tidak naikkan suku bunga acuan bulan ini, tahun depan masih besar kemungkinan The Fed kembali menaikkan suku bunga. Sementara di domestik kita masih menghadapi masalah CAD. Jadi potensi pelemahan yang akan datang itu akan menahan laju penguatan saat ini," kata dia.

Piter prediksi, penguatan rupiah berada di rentang 14.200-14.300 per dolar AS. "Penguatan bisa saja menyentuh Rp 14.000 per dolar AS, tapi saya perkirakan tidak akan sustain ya," kata dia.

 

 

3 dari 3 halaman

Pergerakan Rupiah

Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) cenderung melemah di awal sesi perdagangan. Hal itu dipengaruhi sentimen global. Akan tetapi, rupiah masih berada di kisaran 14.290 per dolar AS.

Berdasarkan data kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah melemah 41 poin dari posisi 14.252 per dolar AS pada Senin 3 Desember 2018 menjadi 14.293 per dolar AS pada Selasa 4 Desember 2018.

Berdasarkan data Bloomberg, rupiah dibuka melemah 78 poin atau 0,54 persen dari penutupan perdagangan Senin kemarin 14.244 per dolar AS menjadi 14.322 per dolar AS pada Selasa 4 Desember 2018. Akan tetapi, rupiah menguat pada perdagangan Selasa siang di posisi 14.279 per dolar AS.

Sepanjang Selasa pekan ini, rupiah bergerak di posisi 14.279-14.322 per dolar AS. Dengan penguatan rupiah terhadap dolar AS membuat rupiah melemah 5,34 persen sepanjang tahun berjalan 2018.

Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede menuturkan, nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS pada awal perdagangan didorong sentimen global terutama dari perkembangan Brexit. Ia menuturkan, ada poin-poin yang disepakati Uni Eropa dan pemerintahan Inggris. Akan tetapi, pelaku pasar ragu mengenai kesepakatan itu juga disetujui parlemen Inggris. Sentimen itu membuat pound sterling melemah dan berdampak tidak langsung terhadap mata uang lainnya.

Josua optimistis, rupiah dapat kembali menguat. Hal ini seiring pelaku pasar merespons positif dari gencatan senjata perang dagang Amerika Serikat dan China selama 90 hari. Indeks dolar AS pun bergerak di posisi 96,69.

“Pelaku pasar merespons pertemuan Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping. Pelaku pasar mulai kurangi posisi di dolar AS,” tutur Josua saat dihubungi Liputan6.com.

Ia menambahkan, inflasi November 0,27 persen meski di atas harapan tetapi masih sesuai target inflasi 2018. Inflasi ditargetkan 3 plus minus satu persen.”Akhir tahun inflasi masih berada di kisaran 3 persen,” kata dia.

Lebih lanjut ia menuturkan, tren harga minyak dunia menguat usai Arab Saudi dan Rusia melakukan pertemuan untuk kurangi produksi juga dorong penguatan harga minyak.”Sentimen ini berdampak terhadap negara pengimpor minyak,” kata dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini: