Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan, pada 2019, desa sangat tertinggal dengan jumlah penduduk miskin (JPM) yang tinggi bisa mendapatkan alokasi dana desa hingga Rp 1,33 miliar. Angka ini lebih tinggi dibandingkan tahun ini yang sebesar 1,07 miliar.
"Ini dana desa di desa tertinggal dan desa sangat tertinggal dengan JPM tinggi," ‎ujar Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu), Astera Primanto Bhakti‎ di dia di Nusa Dua, Bali, Rabu (5/12/2018).
Advertisement
Baca Juga
Dia menjelaskan, pemerintah menaikkan alokasi anggaran Dana Desa dari Rp 60 triliun di 2018 menjadi Rp 70 triliun di 2019.
Dana ini dialokasikan untuk reformulasi dan afirmasi guna percepatan pengentasan kemiskinan, melanjutkan skema padat karya tunai, meningkatkan porsi penggunaan untuk pemberdayaan masyarakat dan penguatan kapasitas SDM desa dan tenaga pendamping desa.
Sementara secara rata-rata, tiap desa akan mendapatkan alokasi dana desa dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 934 juta. Angka ini lebih besar dibandingkan 2018 yang sebesar Rp 800 juta.
"Rata-rata desa jadi (terima) Rp 934 juta. Makanya desa ada yang mau pecah. Begitu pecah dapat Rp 900 juta. Tapi selama digunakan untuk hal yang positif, maka desa ini bisa naik level," tandas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Jokowi: Dana Desa Bermanfaat dalam Jangka Panjang
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menjelaskan manfaat program dana desa yang diberikan pemerintah. Dana tersebut tidak bisa dinikmati dalam waktu singkat, melainkan untuk jangka panjang.
"Manfaat dana desa baru akan dirasakan manfaatnya mungkin tidak tahun ini, tetapi ke depan, kita akan mendapatkan manfaat besar dari pembangunan-pembangunan ini. Kita harus meyakini itu," kata Jokowi saat sosialisasi Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2019 di Desa Watesjaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu (2/12/2018).
BACA JUGA
Antara melansir Presiden menjelaskan, dana desa yang dikucurkan pemerintah ini berbeda dengan bantuan langsung sehingga manfaatnya pun tidak bisa dirasakan secara serta merta.
"Jangan inginnya instan, mana pak manfaatnya? Ya, kalau seperti itu, paling mudah, bagi saja uang bantuan langsung. Masyarakat senang, tapi dampak ekonomi ke depannya tidak bisa," kata Jokowi.
Di hadapan para perangkat desa yang hadir, Kepala Negara menjelaskan, dengan membangun infrastruktur sesungguhnya pemerintah tengah membangun fondasi negara.
"Kemudian nanti tahapan besar kedua itu membangun sumber daya manusia. Itu juga membangun fondasi, enggak bisa langsung dirasakan mendadak saat ini," Jokowi menjelaskan.
Jokowi menilai, tanpa pembangunan seperti itu Indonesia akan menjadi rapuh.
Sebagai perbandingan, dalam pembangunan jalan, dia mengatakan, sejak jalan Tol Jagorawi dibangun pada 1978, Indonesia baru membangun jalan sepanjang 780 kilometer.
"Seribu saja tidak ada. Saat yang sama, ini saya bandingkan dengan Tiongkok, membangun sudah sekarang ini 280.000 kilometer. Karena berani sakit dulu, berani pahit dulu," kata Jokowi.
Advertisement