Sukses

Digitalisasi Bisa Genjot Pendapatan Negara USD 120 Miliar di 2025

Industri 4.0 adalah realitas baru terkait disrupsi yang terjadi di berbagai industri di dunia.

Liputan6.com, Jakarta McKinsey and Company merilis hasil penelitian mengenai penerapan industri 4.0. Dalam penelitiannya, lembaga tersebut menyebut fakta yang tidak bisa diabaikan bahwa Industri 4.0 akan berdampak signifikan pada berbagai industri di Indonesia.

McKinsey and Company Partner and Leader, Southeast Asia, Operations practice, Vishal Agarwal mengatakan, digitalisasi bisa mendorong pendapatan sebanyak USD 120 miliar atas hasil ekonomi Indonesia pada 2025. Sekitar seperempat dari angka ini, atau senilai USD 34 miliar, akan dihasilkan oleh sektor manufaktur.

"Untuk itu kami menempatkan sektor ini di posisi terdepan. Mengingat bahwa manufaktur menyumbang 18 persen ke PDB, sangatlah penting untuk mempercepat penerapan teknologi digital terbaru pada sektor ini," ujar Vishal di Ritz Carlton, Jakarta, Senin (10/12/2018).

Industri 4.0 adalah realitas baru terkait disrupsi yang terjadi di berbagai industri di dunia. Industri 4.0 berhubungan dengan penerapan teknologi terbaru seperti advanced analytics, Internet of Things (IoT), machine learning, dan otomasi dengan tujuan meningkatkan efisiensi dan respon terhadap permintaan konsumen yang berubah dengan sangat cepat.

Tahun ini, Indonesia mencapai tonggak sejarah penting dalam perjalanan Industri 4.0 dengan Presiden Joko Widodo meluncurkan peta jalan Making Indonesia 4.0. Peta jalan tersebut berfokus pada percepatan penumbuhan sektor manufaktur dengan cara memperbaiki jalur distribusi, mengembangkan zona industri, penerapan standar yang keberlanjutan dan mendorong UMKM.

 

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

2 dari 2 halaman

Optimis

Berdasarkan survei McKinsey Company 79 persen pemimpin bisnis di negara-negara berbasis manufaktur seperti Indonesia, Thailand, dan Vietnam pada umumnya bersifat optimis terhadap prospek Industri 4.0. Negara-negara tersebut sangat ingin menerapkan proyek-proyek percontohan untuk berbagai teknologi.

”Walau kami telah melihat bahwa berbagai perusahaan sudah sadar akan besarnya peluang Industri 4.0, hanya 13 persen perusahaan-perusahaan di ASEAN yang sudah menerapkan teknologi Industri 4.0," jelasnya.

"Terlebih Iagi, walaupun mereka antusias terhadap manufaktur secara digital hanya sedikit perusahaan yang telah mencapai potensi tertinggi dan malah terjebak dalam tahap percontohan, atau pilot trap di mana aktivitas sudah berjalan namun mereka tidak merasakan dampak berarti pada laba," sambung Vishal.

Vishal menambahkan, 78 persen dari perusahaan-perusahaan yang telah disurvei tidak maju lebih jauh dari tahap percontohan. Sekitar 30 persen dari responden bahkan belum mencoba untuk mengembangkan proyek setelah satu atau dua tahun sehabis tahap percontohan.