Sukses

Dana Bencana Rp 15 Triliun dari Bank Dunia Bukan Utang Baru

Bantuan pinjaman dari Bank Dunia akan dicairkan sesuai permintaan pemerintah Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - ‎Pemerintah meminta masyarakat tidak khawatir terhadap tawaran pinjaman bagi bencana alam senilai hingga USD 1 miliar atau sekitar Rp 15 triliun dari Bank Dunia (World Bank).

Direktur Pinjaman dan Hibah, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Schneider Siahaan mengatakan, pinjaman jangka panjang tersebut serupa dengan pinjaman darurat atau siaga.

“Bentuk pinjamannya namanya Catastrophic Deffered Drawdown Option (Cat DDO). Jadi sifatnya standby loan yang ditarik ketika trigger atau pemicu terpenuhi yakni saat bencana alam terjadi. Jadi bisa ditarik ketika pemicunya terpenuhi,” ujar dia di Jakarta, Selasa (11/12/2018).

Bahkan, lanjut dia, meski terjadi bencana sekali pun tidak serta merta pinjaman tersebut harus diambil. Hal ini karena pemerintah menilai kas negara masih mampu menanggung ketersediaan dana akibat musibah bencana alam.

“Sekali lagi, sifat pinjaman ini serupa pinjaman darurat. Tidak menggunakan jaminan. Jika pinjaman tidak ditarik maka tidak menjadi utang baru bagi pemerintah Indonesia. Jadi tawaran pinjaman World Bank itu bukan komitmen utang baru,” ungkap dia.

Schneider menegaskan, ajang Pertemuan Tahunan IMF-World Bank di Nusa Dua, Bali yang digelar beberapa waktu lalu tidak menghasilkan satu pun komitmen pinjaman baru bagi Indonesia.

Tawaran pinjaman saat terjadi bencana alam bagi Indonesia menjadi perbincangan setelah disampaikan oleh CEO World Bank Kristalina Georgieva pada Pertemuan Tahunan IMF-World Bank. Tawaran pinjaman diberikan untuk membantu pemulihan dan rekonstruksi daerah yang terdampak bencana alam, termasuk bagi korban gempa di Lombok dan tsunami di Sulawesi Tengah.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Dana Transfer Tunai

Bantuan pinjaman akan dicairkan sesuai permintaan pemerintah Indonesia. Bantuan pendanaan itu juga melengkapi hibah yang sebelumnya diberikan senilai USD 5 juta atau sekitar Rp 75 miliar untuk asistensi teknis dalam perencanaan terperinci untuk menjamin pemulihan pasca rekonstruksi dan melibatkan masyarakat.

Paket bantuan tersebut dapat mencakup dana transfer tunai (cash transfer) ke 150 ribu keluarga termiskin yang terdampak selama enam bulan hingga setahun. Penguatan sistem perlindungan sosial yang dirancang untuk mendukung perekonomian lokal dan penyerapan tenaga kerja selama fase pemulihan.

Selain itu, bantuan juga diberikan untuk menghindari kerusakan jangka panjang pada sumber daya manusia maupun program pemulihan darurat baru untuk membiayai pembangunan kembali fasilitas publik dan aset infrastruktur penting, seperti rumah sakit, sekolah, jembatan, jalan tol, dan infrastruktur untuk pasokan air.

"Bantuan pinjaman ini juga dapat memperkuat upaya pengawasan dan sistem peringatan dini dan membantu pembiayaan untuk rekonstruksi perumahan serta infrastruktur dan fasilitas di lingkungan tempat tinggal," tandas Schneider.