Sukses

Kekhawatiran Penutupan Pemerintahan AS Dongkrak Harga Minyak

Tekanan harga minyak juga disebabkan karena adanya sentimen dari Rusia yang belum bisa memenuhi janji pemotongan produksi pada bulan pertama 2019.

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak berjangka naik pada perdagangan Selasa karena pasar saham berbalik arah menuju zona negatif karena adanya kekahwatirana mengenai kemungkinan penutupan pemerintahan AS.

Mengutip Reuters, Rabu (12/12/2018), harga minyak berjangka Brent berakhir naik 23 sen atau 0,4 persen menjadi USD60,20 per barel. Sementara harga minyak mentah AS West Texas Intermediate (WTI) naik 65 sen atau 1,3 persen menjadi USD 51,65 per barel.

Pasar Saham AS kembali tertekan setelah Presiden AS Donald Trump mengancam akan menutupan pemerintahan. Ancaman tersebut terkait dapat atau tidaknya persetujuan pembuatan dinding perbatasan sepanjang AS-Meksiko.

"Sepertinya prospek penutupan pemerintahan AS tidak baik untuk aset apapun. Tentu saja saham yang langsung terdampak dan kemudian penurunan harga minyak," jelas Analis Again Capital Management, New York, AS, John Kilduff.

Di awal perdagangan, sebenarnya harga minyak sempat naik lebih dari USD 1 per barel setelah perusahaan minyak Libya mengumumkan force majeure pada ladang minyak terbesar di negara tersebut karena adanya gangguan keamanan dari pihak pemberontak.

Libya’s National Oil Company (NOC) mengatakan bahwa penutupan ladang minyak akan menghasilkan kerugian produksi 315 ribu barel per hari (bpd), dan kerugian tambahan 73 ribu barel per hari di ladang minyak El Feel.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Isu dari Rusia

Selain itu, tekanan harga minyak juga disebabkan karena adanya sentimen dari Rusia. Negara tersebut diperkirakan akan sedikit lebih lambat untuk mengimplementasikan pengurangan produksi.

Sebelumnya dalam sidang yang dipimpin OPEC pada minggu lalu negara-negara yang tergabung di organisasi OPEC dan beberapa negara non OPEC berencana untuk memangkas produksi sebesar 1,2 juta barel per hari yang dimulai pada Januari.

Rusia mengatakan bahwa pihaknya akan mengurangi sebesar 50 ribu hingga 60 ribu barel per hari pada Januari. Sedangkan kesepakatan sebelumnya pengurangan yang dijalankan perusahaan tersebut sekitar 220 ribu barel per hari.