Sukses

Jika 25 Fintech Terdaftar Langgar Hukum, OJK Bakal Beri Sanksi

LBH Jakarta menyebut 25 aplikasi pinjaman online terdaftar di OJK melanggar hukum terhadap nasabah.

Liputan6.com, Jakarta - LBH Jakarta menyebut 25 aplikasi pinjaman online atau financial technology (fintech) sektor layanan pinjam meminjam uang (peer to peer lending) terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan pelanggaran hukum terhadap nasabah.

Hal ini menunjukkan terdaftarnya penyelenggara aplikasi pinjaman online di OJK, tidak menjamin minimnya pelanggaran. Menanggapi temuan tersebut, Ketua Satuan Tugas (satgas) Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Tongam L Tobing, mengatakan pihaknya akan menindak jika memang benar fintech terdaftar di OJK melakukan pelanggaran. OJK akan bertindak tegas sesuai undang-undang (UU).

"OJK akan menindak apabila memang terbukti fintech-fintech yang terdaftar ini melakukan tindakan pelanggaran terhadap aturan perundang-undangan. Jadi tidak ada perbedaan perlakuan. Semua pada pengawasan OJK dan fintech ini akan mendapatkan sanksi tentunya kalau melanggar," ujar dia di Kantor OJK, Rabu (12/12/2018).

Tongam mengatakan, sanksi yang akan diberikan berupa sanksi administratif, mulai dari pembinaan, sampai pencabutan tanda terdaftar. Sanksi ini akan diberikan secara bertahap sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan penyelenggara fintech usai OJK melakukan kajian.

"Data-data ini perlu kita klafirikasi kembali. Oleh karena itu, pertemuan dengan LBH Minggu ini semoga bisa clear. Itu data-data yang perlu kita koordinasi. Kami sangat apresiasi terhadap data itu sehingga bisa dikomunikasikan dengan baik. Dengan tujuan perlindungan kepada masyarakat," tutur dia.

Dia mengapresiasi, upaya LBH Jakarta mengumpulkan aduan mengenai pelanggaran dalam fintech. "OJK juga memiliki tujuan yang sama dengan LBH, melindungi para nasabah dengan masyarakat dari tindakan yang merugikan. Akan kita lihat nanti. Kita klarifikasi dulu datanya," kata dia. 

 

Reporter: Anggun P.Situmorang

Sumber: Merdeka.com

2 dari 2 halaman

LBH Desak OJK Selesaikan Masalah Hukum

Sebelumnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menyelesaikan permasalahan hukum yang dialami oleh korban aplikasi peminjaman online. Usai pos pengaduan korban pinjaman online ditutup pada 25 November 2018, LBH Jakarta menerima 1.330 pengaduan korban pinjaman online dari 25 provinsi di Indonesia.

"Jika pemerintah dan OJK tidak segera menyelesaikan masalah ini maka akan semakin banyak orang yang menjadi korban," ucap Pengacara Publik di Bidang Perkotaan dan Masyarakat Urban LBH Jakarta Jeanny Silvia Sari Sirait di Kantor LBH Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu 9 Desember 2018.

Jeanny menjelaskan, baik ilegal atau tidak, laporan pengaduan korban pinjaman online sebaiknya dapat ditindaklanjuti oleh OJK. Kata dia, masyarakat harus mendapat perlindungan atas pelanggaran hukum yang terjadi itu.

"Ilegal dan legal itu sama saja. Jika alasan OJK menolak pengaduan masyarakat dengan alasan ilegal, ya itu terpatahkan dengan 1.330 pengaduan ini. Kita bisa saja tuntut atau pidanakan OJK. Sangat mungkin. Instrumen hukumnya juga tersedia," jelasnya.

Berdasarkan pengaduan yang diterima oleh LBH Jakarta, 25 dari 89 penyelenggara aplikasi pinjaman online yang dilaporkan kepada LBH Jakarta merupakan penyelenggara aplikasi yang terdaftar di OJK. Ini menunjukkan bahwa terdaftarnya penyelenggara aplikasi pinjaman online di OJK, tidak menjamin minimnya pelanggaran.

"Aplikasi yang dilaporkan ke kami 71,29 persen memang bukan aplikasi terdaftar di OJK. Tapi ada 28,08 persen yang terdaftar di OJK. Totalnya ada 89 aplikasi. Jadi 28 persen dari 89 itu ada 25 aplikasi terdaftar di OJK," ujarnya.

Jeanny pun mendesak pihak kepolisian turut mengusut tuntas tindak pidana yang dilaporkan penyelenggara aplikasi pinjaman online itu.

"Karena ini semua merupakan bentuk praktik buruk yang dilakukan hanya untuk menarik keuntungan dan memiskinkan masyarakat," ujar dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Â