Sukses

Prediksi Kondisi Pasar Keuangan Indonesia di 2019

Beberapa kondisi yang saat ini mempengaruhi sentimen terhadap pasar keuangan diantaranya kekhawatiran pertumbuhan global.

Liputan6.com, Jakarta PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) menilai kondisi dan kinerja pasar keuangan di Indonesia mulai menunjukkan arah positif di penghujung tahun ini. Setelah sebelumnya sempat bergejolak akibat dari kondisi ekonomi global yang penuh ketidakpastian.

Chief Economist and Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), Katarian Setiawan menyebutkan beberapa kondisi yang saat ini mempengaruhi sentimen terhadap pasar keuangan diantaranya kekhawatiran pertumbuhan global, kenaikan suku bunga Amerika Serikat (The Fed) yang sangat agresif, dan perang dagang antara Amerika Serikat dengan mitra dagangnya.

Dia menjelaskan semua hal tersebut membuat pasar bergejolak dan bergerak negatif pada tahun berjalan 2018.

“Di penghujung tahun, kondisi pasar mulai kondusif. Terlihat dari kinerja pasar saham dan obligasi yang yang tumbuh masing-masing 3,85 persen (MoM) dan 4,17 persen (MoM),” kata dia dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, Kamis (13/12/2018).

Dia menilai perbaikan kondisi di akhir tahun tersebut merupakan sinyal positif untuk tahun depan. Selain itu menyoroti nilai tukar Rupiah yang menguat 5,93 persen per November 2018 setelah sebelumnya terdepresiasi atau melemah terhadap Dolar AS.

Hal tersebut tentunya akan semakin menambah nilai positif pada pasar keuangan Indonesia. Dengan demikian, kondisi pasar keuangan di tahun depan akan lebih baik. “Pasar finansial pun bersiap menatap arah yang lebih positif di tahun 2019,” ujarnya.

Dia mengungkapkan, pihaknya memprediksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di tahun depan berkisar antara 6.900 hingga 7.100. Sementara nilai tukar Rupiah antara 14.500 sampai 15.200.

Setidaknya ada tiga pembahasan utama yang akan mewarnai perjalanan pasar finansial global di tahun 2019, yaitu pertumbuhan ekonomi dunia yang masih positif meski cenderung mengalami moderasi, suku bunga global yang akomodatif, dan perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat dan mitra-mitranya.

“Berbeda dengan awal tahun 2018, di tahun 2019 pasar sudah memperhitungkan dampak perang dagang dan pengetatan moneter bagi pertumbuhan ekonomi dunia. Harga-harga saham sudah terkoreksi di tahun ini. Sementara, pertumbuhan laba korporasi tahun 2019 yang diperkirakan masih positif,” dia menandaskan.

Sementara dari sisi suku bunga global, lanjut Katarina, kenaikan suku bunga The Fed diperkirakan tidak akan seagresif tahun 2018. Hal ini lantaran Amerika Serikat harus menghadapi meredanya dampak positif dari pemotongan pajak terhadap pertumbuhan ekonominya, sementara kenaikan suku bunga agresif selama dua tahun berturut-turut akan mulai menggerus laju pertumbuhan ekonomi negara tersebut.

“Karena kenaikan suku bunga The Fed yang tidak terlalu agresif, otomatis tekanan kenaikan suku bunga di negara-negara berkembang akan mereda,” tutur dia.

 

2 dari 2 halaman

Peluang Investasi

Director and Chief Investment Officer, Fixed Income MAMI, Ezra Nazula mengungkapkan adanya adanya peluang investasi di reksa dana pendapatan tetap di 2019.

Di mana, kondisi pasar global sedikit banyak akan mempengaruhi kondisi domestik Indonesia, terutama dari iklim bunga dan mata uang. Sinyal moderasi pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat dan The Fed yang tidak terlalu agresif, akan membuat tekanan nilai tukar Rupiah mereda, sehingga kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia diperkirakan sudah mendekati puncak atau tahap akhir.

“Tekanan terhadap pasar obligasi di tahun 2019 sudah jauh berkurang. Fundamental ekonomi relatif lebih terjaga. Langkah preventif pemerintah dan Bank Indonesia untuk memperbaiki postur fiskal, defisit neraca berjalan dan volatilitas nilai tukar rupiah mendapat respon positif dari investor. Hal ini terlihat dari akumulasi pembelian asing atas obligasi pemerintah Indonesia sebesar Rp 50 triliun yang terjadi di kuartal keempat tahun 2018 per akhir bulan November,” ujarnya.

Dia memperkirakan, stabilitas rupiah dan berkurangnya agresivitas pengetatan moneter, baik dari The Fed maupun Bank Indonesia pada akhirnya akan mampu menopang pasar obligasi di tahun 2019. Melihat beragam faktor positif dari domestik, tingkat inflasi Indonesia di tahun 2019 diperkirakan akan tetap stabil di kisaran 3,7 persen - 4,2 persen.

“Dengan tingkat inflasi di level tersebut, beserta imbal hasil US Treasury 10-tahun yang terjaga di level 3 persen - 3,5 persen, kami memperkirakan tingkat imbal hasil obligasi Indonesia untuk tenor 10 tahun dapat turun mencapai level 7 persen - 7,5 persen,” tutup Ezra.