Liputan6.com, Surabaya - Bank Indonesia (BI) mengaku potensi devisa RI dari layanan remitansi para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) masih belum maksimal. Bahkan dengan jumlah tenaga kerja asing cukup banyak, nilai remitansi RI masih kalah dibandingkan Filipina.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Sugeng mengatakan, total remitansi TKI sampai saat ini mencapai USD 8,8 miliar atau sekitar Rp 127 triliun (kurs Rp 14.500) per tahun. Angka ini jauh tertinggal dibandingkan Filipina yang mencapai USD 24 miliar per tahun.Â
Remitansi merupakan bagian dari transfer dana yang umumnya dilakukan tanpa dasar pemenuhan suatu kewajiban ekonomi, bernilai kecil dan dilakukan antar perorangan.
Advertisement
Baca Juga
"Dalam implementasinya, diperkirakan masih terdapat sebesar 7 persen remitansi pekerja migran Indonesia yang dilakukan melalui jasa penitipan kepada orang yang dipercaya, jadi potensi peningkatan devisa masih besar," kata Sugeng dalam Indonesia Syaria Economic Festival di Surabaya, Jumat (14/12/2018).
Tantangan lain, Sugeng menuturkan, meski 62 persen sistem remitansi telah berjalan secara nontunai, sebesar 30 persen dana remitansi masih tidak masuk ke rekening sehingga ditarik secara tunai seluruhnya.Â
"Ini juga yang menjadi salah satu faktor rendahnya akses masyarakat Indonesia terhadap lembaga keuangan," tegas Sugeng.
Saat ini, inklusifitas di Indonesia saat ini baru 49 persen. Padahal di Thailand mencapai 82 persen, Malaysia 85 persen, bahkan Singapura telah 98 persen.
Sugeng berharap, pencatatan remitansi bisa semakin baik dengan bisnis model digital agar lebih efisien. Hal ini juga untuk mencegah adanya transaksi keuangan yang tidak benar, seperti pencucian uang dan untuk pembiayaan terorisme.
Berdasarkan survei Bank Dunia, sekitar 9 juta TKI di luar negeri. Sebanyak 55 persen di Malaysia, 13 persen di Arab Saudi, China-Taipei 10 persen, Hong Kong 6 persen, dan Singapura sebesar 5 persen.(Yas)
Â
Pemerintah Buka Layanan Satu Pintu bagi TKI di Banyuwangi
Sebelumnya, dalam upaya meningkatkan pelayanan dan perlindungan bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI), pemerintah kembali meresmikan Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA). Kali ini PTSA tersebut berlokasi di Banyuwangi, Jawa Timur.‎
Peresmian LTSA Banyuwangi dilakukan oleh Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko didampingi Staf Ahli Menteri Ketenagakerjaan bidang kebijakan publik Reyna Usman dan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas.
Staf Ahli Menteri Ketenagakerjaan bidang kebijakan publik Reyna Usman mengatakan, peresmian LTSA yang berlokasi di Mall Pelayanan Publik (MPP) Banyuwangi ini merupakan bukti konkret hadirnya negara di tengah masyarakat dalam melindungi hak migrasi setiap warga negara.
"Pembangunan LTSA di berbagai daerah merupakan bentuk nyata komitmen pemerintah untuk melindungi pekerja migran dan keluarganya," ujar dia di Jakarta, Rabu 28 November 2018.
Menurut dia, LTSA Banyuwangi merupakan prototype pertama LTSA yang terintegrasi dengan Mal Pelayanan Publik. "Tahun ini 2 LTSA yang terintegrasi dengan MPP. Selain Banyuwangi ada juga di LTSA Banyumas," lanjut dia.
Reyna menyatakan, LTSA bertujuan mewujudkan efektivitas penyelenggaraan pelayanan penempatan dan pelindungan pekerja migran. Selain itu, memberikan efisiensi dan transparansi dalam pengurusan dokumen penempatan dan pelindungan CPMI atau PMI dalam mempercepat peningkatan kualitas pelayanan PMI.
Keberadaan LTSA di kabupaten Banyuwangi sangat penting mengingat Banyuwangi merupakan salah satu daerah pengirim pekerja migran terbesar di Indonesia.
"Dengan keberadaan LTSA ini pemerintah berharap bisa mencegah masyarakat Banyuwangi menjadi korban perdagangan manusia. Melalui LTSA, masyarakat akan dibimbing bagaimana prosedur yang benar jika ingin jadi pekerja migran sehingga mereka tidak menjadi korban," jelas Reyna.
Beri Kepastian Pekerja Migran
Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko mengungkapkan, adanya LTSA di Banyuwangi akan memberikan kepastian kepada pekerja migran untuk memperoleh pelayanan yang mudah dan murah.
"Dulu sulit, mahal dan tanpa kepastian sehingga celah itu dimanfaatkan calo. Akibatnya banyak pekerja migran lebih baik ilegall yang berdampak adanya persoalan. Sekarang ada perubahan yang tadinya sulit, mahal, lama menjadi mudah, murah dan ada kepastian," ungkap dia.
Sementara itu, Kepala Biro Humas Kemnaker Soes Hindharno menambahkan, LTSA menjadi solusi yang aman bagi masyarakat yang ingin mencari kerja di negara lain.
"Selalui LTSA ini masyarakat yang ingin bekerja ke luar negeri bisa mendapatkan informasi lowongan kerja, mengurus dokumen yang dibutuhkan seperti paspor, dokumen kependudukan, dan asuransi BPJS," kata dia.
Pemerintah sejak tahun 2015-2018 akan membangun 32 LTSA. Pada tahun 2015, 3 LTSA diresmikan kabupaten Gianyar, provinsi Jatim dan NTB. Setahun berikutnya dibangun 6 LTSA yakni di provinsi Kalbar, kabupaten Kupang, kabupaten Sumba Barat Daya, provinsi NTT, provinsi Kepri dan kabupaten Nunukan.
Sepanjang 2017 pemerintah telah meresmikan 13 LTSA di kabupaten Cilacap, Brebes, Pati, Kendal, Tulungagung, Sambas, Loteng, Lobar, Lotim, Sumbawa, Karawang, Sukabumi dan kabupaten Cirebon.
Direncanakan tahun 2018 akan didirikan LTSA di kabupaten Banyumas, Grobogan, Wonosobo, Ponorogo, Madiun, Banyuwangi, Bima dan Sika. Sebanyak 2 LTSA yang diupgrade adalah LTSA kabupaten Indramayu dan Subang.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Advertisement