Sukses

Kisah Biksu Selamatkan Japan Airlines dari Kebangkrutan

Maskapai Japan Airlines sempat mengalami kesulitan finansial yang berat. Sosok biksu pun menjadi juru selamat.

Liputan6.com, Tokyo - Japan Airlines (JAL), maskapai top asal negeri sakura, pernah melewati masa-masa kelamnya. Utang perusahaan menumpuk sampai 2,9 triliun yen akibat pengeluaran yang tidak efisien dan sentimen negatif global. Sosok biksu yang terkenal dengan sistem amoeba pun menjadi juru selamat.

Dirangkum dari Channel News Asia, sosok itu adalah Kazuo Inomuri. Ia sebenarnya sudah memilih menjadi biksu sampai kemudian dipilih oleh Enterprise Turnaround Initiative Corporation of Japan (Etic) untuk memperbaiki kondisi Japan Airlines.

Menurut Hiroshi Sugie, mantan pilot Japan Airlines, kondisi perusahaan menurut akibat ambisi perusahaan yang justru berada di luar industri penerbangan, seperti investasi hotel The Essex House di New York, yang ternyata tidak menguntungkan.

Maskapai juga melakukan pembelian dengan Japan Air System pada 2002, dan muncul masalah baru karena pesawat yang didapat ternyata berbeda, seperti McDonnell dan Airbus. Masalah lain seperti merebaknya virus Sars, peristiwa 911, lalu krisis finansial 2008, juga memberikan sentimen negatif, dan utang.

Melihat utang perusahaan yang kian membengkak dan penumpang yang menurun, akhirnya pada 2010, Etic memilih Kazuo Inomuri, bos pensiunan perusahaan keramik yang telah dibaiat menjadi biksu pada 1997 lalu.

Inomuri dikenal dengan prinsip mengutamakan pegawai dan berani menantang praktik bisnis pada umumnya. Selama mengambil pekerjaan ini, ketika usianya berusia 77 tahun, ia rela tidak mendapat gaji.

Tujuannya agar para pegawai menyaksikan sendiri bagaimana ia serius ingin menyembuhkan kondisi Japan Airlines.

"Fakta bahwa saya bekerja tanpa gaji memberikan pengaruh pada staff," ucapnya pada South China Morning Post. "Mereka dapat melihat bahwa saya bersusah payah ingin membangun kembali perusahaan meski saya tidak punya hubungan pada JAL sebelum ini."

 

 

2 dari 2 halaman

Sistem Amoeba

Sesuai reputasinya, ia mengubah sistem birokrasi di JAL, dari sebelumnya bersifat hierarkis, menjadi sistem amoeba. Dalam sistem itu, para departemen dan pegawai diberikan kesempatan berpikir agar tindakan mereka dapat berkontribusi positif pada keuntungan perusahaan.

Dengan ini, semua elemen perusahaan pun mendapat kepercayaan untuk ikut memperkuat perusahaan. Bila ada sesuatu yang tidak mengalami improvement, Inamori akan meneliti hal tersebut kepada sosok-sosok dari tiap departemen.

Hasilnya pun tidak mengeewakan. Pada tahun fiskal 2011/2012, maskapai JAL menjadi maskapai paling profitable di dunia. Keuntungannya mencapai 186,6 miliar yen. Pihak Etic sendiri memandang itu sebagai keajaiban, pasalnya target yang dipatok hanya 60 miliar yen. 

Inamori menyelesaikan jabatannya sebagai CEO JAL tak lama setelah perusahaan "sembuh" dan sahamnya kembali diperdagangkan di bursa efek Jepang.

Mengutip Financial Times, gaya kepemimpinan Inamori yang "berbeda" dari kultur hierarkis di Jepang membuatnya spesial di antara para konglomerat di Jepang. Ia mengaku tak suka dengan budaya serba menurut (complacency).

Buntut dari complacency adalah timbulnya main aman yang justru kebalikan dari kultur inovatif.

Inomori juga pemimpin dari Inamori Foundation yang memberi penghargaan dan dana penelitian di bidang sains, serta pencetus Hadiah Kyoto (Kyoto Prize) yang merupakan penghargaan paling bergengsi di Jepang.

Menurut Forbes, kekayaannya ditaksir mencapai USD 740 juta atau setar Rp 10 triliun (USD 1 = Rp 14.581).