Liputan6.com, Jakarta - Indonesia diperkirakan masih mencatatkan defisit neraca perdagangan pada November 2018. Akan tetapi, defisit neraca perdagangan itu akan menyusut seiring impor kembali normal.
“Neraca perdagangan Indonesia akan defisit USD 442 juta pada November 2018. Defisit agak menyusut dari periode Oktober USD 1,82 miliar. Ini karena harga komoditas global agak turun pada November terutama crude palm oilm (CPO),” ujar Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede saat dihubungi Liputan6.com, seperti ditulis Senin (17/12/2018).
Ia menuturkan, kinerja impor juga sudah normal sejak Oktober. Apalagi harga minyak dunia juga turun pada November sehingga menekan impor minyak dan gas (migas). Selain itu, kinerja ekspor diprediksi sedikit membaik lantaran harga cpo melemah.
Advertisement
”Manufaktur global juga flat. Defisit ini diuntungkan dari impor yang turun,” kata Josua.
Baca Juga
Sebelumnya, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kecuk Suhariyanto mencatat neraca perdagangan Indonesia defisit sebesar USD 1,82 miliar pada Oktober 2018. Defisit ini berasal dari impor sebesar USD 17,62 miliar dan ekspor sebesar USD 15,80 miliar.
"Dengan menggabungkan impor dan ekspor maka neraca perdagangan Indonesia defisit sebesar USD 1,82 miliar pada Oktober 2018," ujarnya di Gedung BPS, Jakarta, Kamis 15 November 2018.
Impor Indonesia pada Oktober meningkat tajam sebesar 20,60 persen jika dibandingkan pada September 2018. Sementara jika dibandingkan dengan Oktober 2017, impor naik 23,66 persen.
"Ini karena impor migas naik sebesar 26,97 persen dan non migas naik 19,42 persen jika dibandingkan dengan September 2018," ujar dia.
Sektor migas mencatatkan impor sebesar USD 2,91 miliar pada Oktober. Sementara pada sektor non migas sebesar 14,71 miliar. "Impor ini tetap menjadi perhatian pemerintah, supaya bisa dikendalikan," jelasnya.
BPS juga mencatat nilai ekspor Indonesia pada Oktober 2018 sebesar USD 15,80 miliar. Angka tersebut naik 3,59 persen dibanding Oktober 2017 dan naik 5,87 persen dibanding September 2018.
Sektor migas menyumbang ekspor USD 1,48 miliar. Sementara non migas menyumbang USD 14,32 miliar.
"Ada kenaikan pada ekspor migas yaitu pada nilai gas. Sementara pada nilai hasil minyak dan minyak mentah turun," tutur dia.
Secara per sektor dibanding bulan sebelumnya, ekspor Indonesia dari sektor pertanian menurun sebesar 0,92 persen dan mencatat nilai ekspor sebesar USD 0,3 miliar. Kemudian, industri pengolahan naik 6,40 persen mencatat nilai USD 11,59 miliar.
"Pertambangan turun 0,58 persen secara month to month (MTM). Sehingga, ekspor non migas menyumbang 90,62 persen dari total ekspor Oktober 2018," tutur dia.
Menko Darmin: Sejak Merdeka, Transaksi Berjalan Kita Sudah Defisit
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution menanggapi pelebaran defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) pada kuartal III 2018 yang tercatat sebesar USD 8,8 miliar atau 3,37 persen terhadap PDB. Defisit ini terjadi karena ekspor Indonesia belum mampu berjalan melampaui laju impor.
"Impornya ini masih tinggi, tinggal ekspornya gimana karena memang kita tidak bisa duga itu harus lihat datanya. Kelihatannya ekspornya memang menunggu sehingga mau enggak mau defisitnya makin besar," ujar Darmin seperti ditulis Sabtu 10 November 2018,
Defisit transaksi berjalan bukan sesuatu hal baru. Sebab hal ini telah terjadi sejak Indonesia merdeka. Pada masa orde baru, defisit ini utamanya terjadi karena banyak barang yang dibutuhkan tetapi tidak mampu diproduksi dalam negeri.
"Jangan lupa sejak merdeka kita selalu defisit kita belum pernah (tak defisit). Pernah mungkin beberapa kuartal tidak defisit, tapi praktis selama paling tidak sejak orde baru lah, sejak 1997 transaksi berjalan kita itu pada dasarnya defisit karena terlalu banyak produk yang tidak kita hasilkan tapi kita perlu," jelasnya.
Beberapa barang yang pada masa tersebut masih diimpor antara lain, bahan baku, barang setengah jadi maupun barang modal. "Memang perlu waktu kalau ingin membenahi transaksi berjalannya," kata Menko Darmin.
Mantan Direktur Jenderal Pajak tersebut menambahkan, selama 7 tahun terakhir hingga akhir 2017 defisit bisa dikendalikan oleh pemerintah dengan mengandalkan surplus dari transaksi modal dan keuangan.
"Kalau bisa nutup tidak masalah, malah kalau dia lebih cadangan devisanya naik. Nah sekarang dia memang meningkat defisit transaksi berjalan nya dan kebijakan yang lalu dia kan periode nya sampai September itu ya, bukan sampai Oktober atau November," tandasnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement