Liputan6.com, Jakarta - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) membeberkan beberapa insiden penyelenggaraan perlindungan konsumen yang perlu diawasi oleh pemerintah ke depan. Salah satunya, yaitu datang dari pelayanan kesehatan terhadap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang mengalami defisit.
"BPKN memperkirakan pada tahun 2019 nanti akan terjadi ledakan insiden yang menyangkut layanan kesehatan bagi masyarakat pemanfaat BPJS kesehatan," kata Ketua BKPN, Ardiansyah Parman, saat ditemui di Kantornya, Jakarta, Senin (17/12/2018).
Ardiansyah mengatakan, apabila berkaca pada 2018, saat BPJS Kesehatan dinyatakan defisit, pelayanan secara keseluruhan telah berdampak. Akibatnya, sejumlah rumah sakit tidak bisa mebayar tagihan obat-obatan bahkan tenaga medisnya pun demikian.
Advertisement
"Karena defisit yang dialami sebesar tidak kurang dari Rp 10 triliun, oleh karena itu kabar terakhir pemerintah bersama DPR mudah-mudahan ini sebuah keputusan segera ditindak lanjut pemerintah akan menalangi pembayaran itu dua tahap pertama sekitar Rp 5,2 triliun sisanya 4 triliun sekian dibayarkan pada tahun ini karena ini mau tidak mau jadi tanggung jawab pemerintah," jelasnya.
Baca Juga
Meski begitu, pemerintah tidak bisa selamanya memberikan talangan untuk menambal defisit BPJS Kesehatan. Oleh karenanya, pihaknya menyarankan BPJS kesehatan mengambil langkah seperti halnya menaikan jumlah iuran BPJS sebesar 10 persen. Hal itu dilakukan sebagai upaya menambah suntikan modal perusahaan.
"(Karena apa?) Walaupun istilahnya dana talangan tahun depan harus dibayar lagi oleh BPJS tapi upaya harus keras dilakukan oleh BPJS," katanya.
Selanjutnya, insiden kedua yang menjadi fokus pemerintah terhadap perlindungan konsumen adalah penyelenggara transportasi udara. Sebab, seringkali beberapa kecelakaan udara muncul akibat kurangnya disiplin regulator dalam membina dan mengawasi pelaku usaha dalam meminimalisir kecelakaan.
"Jadi BPKN menggaris bawahi pentingnya disiplin regulator di dalam melakukan pengawasan terhadap pelaku di sektor trsanportasi udara," ujarnya.
Tak hanya disektor udara, di bidang trasnportasi darat pun juga perlu diperhatikan oleh pemerintah. Sebab,sampai saat ini menurut dia, belum ada peraturan yang cukup memadai di sektor darat. Termasuk belum adanya kepastian hukum bagi pengguna maupun pengemudi dan pelaku usaha.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Transportasi Online
Di samping itu, persoalan lain juga kerap muncul dari transportasi online. Beberapa insiden yakni seringkali perusahaan aplikasi online seperti Go-jek dan Grab selama ini memiliki kewenangan menentukan sendiri nilai transaksi. Sampai-sampai perekrutan dpengemudi dilakukan juga oleh perusahaan aplikasi tersebut.
"Jadi ini perlu pemerintah melakukan pengaturan yang suesuai dengan perkembangan dengan lahirnya perusahaan perusahaan aplikasi yang digunakan dalam trsanportasi darat. Terutama ojek online seperti Go-Car Grab dan lainnya, ini peraturannya perlu dilakukan," sebut Ardiansyah.
Kemudian, insiden terakhir yang perlu dilakukan pengawasan yakni terhadap maraknya e-commerce. Pihaknya memperkirakan perlindungan konsumen terkait dengan e-commerce akan meningkat pesat ditahun mendatang. Ini seiring dengan inkluisifnya kehidupann sosial ekonomi masyrakat terhadap jasa finasnial teknologi.
"Kita baca di media kurang lebih 1.300 lebih mengadukan melalui LBH mereka yang meminjam dana yang dilakukan oleh perusahaan yang disebut P2P. Itu banyak pengaduan sudah. Bahkan 30 persen dari peminjam itu hanya meminjam di bawah satu juta," ungkapnya.
"Jadi tanpa pengaturan segera oleh pemeritah atas keberadaan kepastian hukum dan jalur pemulihan hak bagi konsumen insiden-insiden tersebut berprotensi berkembang tidak terkendali. Hal ini akan diperkuat oleh semakin tingginya lalulintas e-commerce lintas batas (cross border)," pungkasnya.
Advertisement