Liputan6.com, Jakarta Tambang emas Freeport di Papua adalah salah satu yang terbesar di dunia. Tak hanya emas, tambang ini juga memiliki kandungan bijih lain, yakni tembaga dan perak.Â
Namun, selama puluhan tahun, tambang emas ini dikelola perusahaan asal Amerika Serikat (AS)Â Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc, di bawah bendera PT Freeport Indonesia.
Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah berupaya untuk bisa menjadi pemegang mayoritas di perusahaan tambang ini. Selama ini, kepemilikan saham pemerintah hanya 9,36 persen di Freeport Indonesia.
Advertisement
Baca Juga
Dengan menjadi penguasa terbesar di tambang ini, diharapkan kontribusi tambang Freeport bagi kesejahteraan rakyat Indonesia lebih besar dari yang didapat selama ini. Â
Proses pengambilalihan saham Freeport Indonesia pun dimulai terutama di era Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Hingga kini, pemerintah terus memfinalisasi proses akhir divestasi saham PT Freeport Indonesia, agar 51 persen saham perusahaan tambang ini bisa menjadi milik negara.
Mengutip data dari PT Inalum, holding pertambangan di Indonesia, Kamis (20/12/2018) berikut proses divestasi Freeport Indonesia:
10 Januari 2017
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan arahan untuk meningkatkan kepemilikan negara di PT Freeport Indonesia (PTFI) menjadi 51 persen dari saat itu sebesar 9,36 persen
11 Januari 2017
Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 1/2017 yangn merupakan perubahan keempat PP No. 23/2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara, yang diantaranya memuat tentang:
- Perubahan ketentuan tentang divestasi saham sampai dengan 51 persen secara bertahap
- Kewajiban pemegang Kontrak Karya (KK) untuk merubah izinnya menjadi rezim Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Januari - Agustus
Renegosiasi antara Freeport McMoRan (FCX), pemilik 90,64 persen PTFI, dan pemerintah berlangsung untuk memastikan operasional PTFI dalam jangka panjang. Renegosiasi mencakup 4 hal
- Divestasi 51 persen
- Kelanjutan operasi PTFI hingga 2041 melalui perubahan KK menjadi IUPK
- Jaminan investasi jangka panjang terkait dengan perpajakan, PNBP dan jaminan regulasi Pembangunan smelter dengan deadline operasional pada 12 Januari 2022.
18 AprilÂ
MoU antara FCX and pemerintah memberikan jaminan KK akan tetap berlaku hingga ada IUPK yang disetujui bersama beserta jaminan stabilitas investasi.
27 Agustus
Pemerintah dan FCX mencapai kesepahaman untuk:
- PTFI merubah Kontrak Karya (KK) ke IUPK dan mendapatkan jaminan operasi
- Pemerintah memberikan jaminan fiskal dan regulasi untuk operasional PTFI
- PTFI akan membangun smelter dalam jangka waktu 5 tahun
- FCX bersedia mengurangi kepemilikan saham di PTFI sehingga entitas Indonesia bisa memiliki 51 persen saham di PTFI
- Setelah 4 butir diatas disepakati maka PTFI akan mendapatkan perpanjangan masa operasi 2x10 tahun hingga 2041
September - November
Perundingan Pemerintah RI, Inalum, FCX dan Rio Tinto terkait struktur divestasi
18 Desember
Kementerian Badan Usaha Milik Negara secara resmi menugaskan Inalum untuk membeli saham divestasi PTFI hingga saham yang dimiliki peserta Indonesia di PTFI mencapai 51 persen
Â
Tahun 2018
Â
12 Januari 2018
Pemerintah pusat mengalokasikan 10 persen dari saham PTFI untuk Pemda Papua dan Mimika.
18 Februari
Pembahasan hasil due diligence dan valuasi oleh Danareksa, PwC, Morgan Stanley dan Behre Dolbear Australia terkait divestasi saham PTFI
28 Februari – 11 Juli
Perundingan terkait harga dan struktur transaksi antara Inalum, FCX dan Rio Tinto
12 Juli
Penandatanganan Head of Agreement (HoA) antara Inalum, FCX dan Rio Tinto terkait dengan harga dan struktur transaksi
13 Juli – 25 September
Penyelesaian proses divestasi saham, pemberian jaminan fiskal dan regulasi, detail terkait pembangunan smelter, dan tindak lanjutdari HoA.
27 September
Penandatanganan perjanjian terkait divestasi saham PTFI yang terdiri dari:
1. Perjanjian Divestasi PTFI
2. Perjanjian Jual Beli Saham PTRTI
3. Perjanjian Pemegang Saham PTFI
15 November
Dana hasil penerbitan obligasi sebesar USD 4 miliar sudah masuk ke rekening Inalum
Advertisement