Liputan6.com, Jakarta Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) mengusulkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk memberikan keringanan biaya bagi para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam mendapatkan sertifikat halal untuk produknya.
Hal ini terkait dengan kewajiban sertifikasi halal bagi seluruh produk yang beredar di Indonesia pada 2019.
Ketua BPJPH, Sukoso mengatakan, pihaknya memahami kekhawatiran dari para pelaku UMKM akan biaya yang harus ditanggung untuk mendapatkan sertifikasi halal. Oleh sebab itu, dia mengusulkan agar UMKM mendapatkan keringanan terkait hal ini.
Advertisement
"Kita sedang berkoordinasi dengan Kemenkeu. Usulan kami, UMKM hanya dikenakan 10 persen dari biaya normal. Pembiayaan (untuk UMKM) jelas di UU ditanggung oleh pemerintah," ujar dia di Jakarta, Jumat (21/12/2018).
Selain itu, lanjut dia, bantuan bisa diberikan pemerintah yaitu melalui kementerian/lembaga terkait dengan mengalokasikan anggaran untuk membantu UMKM mendapatkan sertifikasi halal tersebut. Pihak swasta juga diharapkan bisa membantu melalui program CSR-nya.
"Misalnya Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM bisa mengajukan binaan-binaan mereka. Mereka akan alokasikan anggaran melalui dipa, kemudian menurunkan anggarannya melalui dinas setempat," kata dia.
Sukoso menjelaskan, uang yang nantinya dikumpulkan dari proses sertifikasi halal sebuah produk tidak hanya akan mengendap dan masuk ke negara, melainkan juga akan digunakan untuk pembinaan dan pelatihan bagi UMKM.
"Kita juga berharap jangan sampai umkm itu nanti tidak berkembang, harus mengalami perbaikan standar, kualitas, kuantitas dan menjangkau lebih luas (pasar ekspor), bukan hanya lokal lagi. Jadi daya saingnya akan muncul untuk jadi produk ekspor," tandas dia.
Tak Bersertifikat Halal, Produk RI Kerap Tertahan Saat Masuk Ke Timur Tengah
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyatakan, ekspor produk Indonesia ke kawasan Timur Tengah mengalami penurunan. Hal ini lantaran belum adanya sertifikasi halal terhadap produk-produk tersebut.
Ketua Komite Tetap Timur Tengah dan OKI Kadin Fachry Thaib mengatakan, pemerintah negara-negara di kawasan Timur Tengah dan yang menjadi anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI) mulai memperketat produk-produk yang masuk ke negaranya. Salah satunya dengan mewajibkan adanya sertifikasi halal dari produk yang masuk.
Baca Juga
"Sekarang malah menurun (ekspor) karena kita negara yang belum jalankan sertifikasi halal. Kita (Kadin) sudah berikan berkali-kali ingatkan ke eksportir untuk sertifikasi halal, karena sekarang seluruh negara OKI menerapkan halal," ujar dia di Jakarta, Jumat (21/12/2018).
Namun sayangnya, lanjut Fachry, belum semua produsen dan eksportir menjalankan hal tersebut. Akibatnya, sering kali barang yang diekspor tertahan di negara tujuan lantaran belum ada sertifikasi halalnya.
"Kita ekspor ke sana tahu-tahu barang di tahan, itu warning saja. Tapi buyer bisa cari dari sumber lain. Nanti kalau buyer sudah pindah ke sumber lain, dan kita sudah serfifikasi, belum tentu mereka mau balik lagi ke kita, karena mungkin akan habiskan waktu lagi," kata dia.
Sementara itu, Wakil Ketua Komite Tetap Timur Tengah dan OKI Kadin, Mohamad Bawazeer menyatakan, saat ini ekspor ke Timur Tengah memiliki porsi 4,8 persen dari total ekspor nasional. Oleh sebab itu, potensi untuk meningkatkan ekspor tersebut masih besar jika produk-produk Indonesia sudah bersertifikat halal.
"Ekspor ke Timur Tengah ini 4,8 persen. Saat ini sekitar 6 negara telah bekerja sama dengan Kadin untuk sertifikasi halal ini seperti Mesir, Oman Yordania," tandas dia.
Advertisement