Sukses

Sri Mulyani Jamin Penerimaan Negara dari Freeport Lebih Besar

Indonesia melalui Inalum resmi memiliki 51,23 persen saham Freeport Indonesia dengan membayarkan USD 3,85 miliar atau sekitar Rp 56 triliun.

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia melalui PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) resmi memiliki 51,23 persen saham PT Freeport Indonesia (PTFI) dengan membayarkan USD 3,85 miliar atau sekitar Rp 56 triliun (kurs USD 1: Rp 14.500).

Pengambilalihan mayoritas saham Freeport oleh PT Inalum ini pun mengubah status Freeport dari kontrak karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pasca pengambilalihan mayoritas saham Freeport, penerimaan negara akan lebih besar.

"Penerimaan dari sisi perpajakan dan penerimaan dari bukan pajak, termasuk royalti lebih besar untuk negara dalam bentuk itu, dengan berapa pun harga cooper maupun emas," kata dia, saat ditemui, di Jakarta, Jumat (21/12/2018).

Dia mengatakan, sistem perpajakan tetap (nail down) yang akan diterapkan pada Freeport akan memberikan penerimaan yang lebih besar bagi negara.

"Untuk PPh kita menggunakan PPh yang sekarang, berarti mereka mendapatkan pajak korporasi 25 persen. Itu lebih kecil dari yang di kontrak karya (KK). Namun ini kemudian di-nail down. Jadi nanti kalau ada perubahan UU PPh, jadi PPh-nya bisa turun, mereka tetap bayar 25 persen," jelas dia.

PPn pun akan demikian. Dengan sistem nail down, maka kepastian besaran pajak yang akan diterima negara lebih besar. Sebab jika ke depan terjadi penurunan tarif pajak, maka Freeport akan tetap membayar dengan besaran yang sama.

"PPn, kita juga menggunakan nail down yang sekarang, sehingga nanti ada perubahan mereka akan tetap, karena ini memberikan kepastian mereka untuk tetap memberikan kewajiban penerimaan," ujarnya.

"Royalti juga kita menggunakan yang sekarang ini ditetapkan sehingga mereka akan membayar dengan tarif yang sekarang, sehingga nanti kalau terjadi perubahan tarif royalti mereka tetap akan kena nail down yang sekarang," imbuh dia.

Tak hanya itu, menurut dia, pengunaan sistem perpajakan nail down juga bisa membuat potensi penerimaan pajak negara tetap akan lebih tinggi meskipun terjadi fluktuasi harga komoditas tambang.

"Kita menggunakan skenario, harganya tidak selalu sama. Jadi dengan perubahan harga itu kalau kita jumlahkan seluruh penerimaan kita baik dalam bentuk PPh badan, PPh perseorangan, PPn, PBB, pajak air tanah, royalti itu akan masuk jumlahnya secara total lebih banyak," jelasnya.

Meskipun demikian, dia menegaskan, kebijakan ini tidak hanya menguntungkan negara, tapi juga bagi Freeport karena memberikan kepastian tanggung jawab.

"Ini memberikan kepastian pada negara karena kami harus menghitung berdasarkan pasal 169 untuk menjamin kita mendapatkan pendapatan lebih tinggi dan untuk Freeport mereka bisa bekerja dengan kepastian apa yang harus mereka bayarkan ke kita," tandasnya.

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber:  Merdeka.com