Liputan6.com, New York - Harga minyak mentah acuan Amerika Serikat (AS) dan Brent naik delapan persen. Penguatan tersebut tertinggi sejak 30 November 2016. Namun, penguatan harga minyak itu belum diketahui jelas sebab utama pendorongnya.
Harga minyak telah terperangkap dalam koreksi pasar yang lebih luas karena penutupan pemerintah AS, tingkat suku bunga acuan bank sentral AS lebih tinggi, dan perang dagang AS-China yang tidak disukai investor. Hal itu memperburuk kekhawatiran atas pertumbuhan global.
"Pasar masih benar-benar peduli tentang permintaan. Aksi jual tidak menandakan kekuatan kepercayaan pada permintaan, tapi masih bertindak terlalu cepat. Kami masih percaya harga minyak USD 45 terlalu rendah," tutur Bernadette Johnson, Vice President Market Intelligence Drillinginfo, seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (27/12/2018).
Advertisement
Baca Juga
Harga minyak acuan Amerika Serikat (AS) menguat USD 3,69 atau 8,7 persen ke posisi USD 46,22 per barel. Harga minyak meski melonjak tetapi susut hampir 40 persen dari level tertinggi Oktober 2018 di posisi USD 76 per barel.
Harga minyak Brent menguat USD 4 atau 8 persen ke posisi USD 54,47 per barel. Sebelumnya harga minyak sentuh level terendah sejak Juli 2017 di USD 49,93 per barel.
Â
Selanjutnya
Dalam laporannya, Analis Tudor, Pickering and Holt menyebutkan, aksi jual terjadi pasar komoditas minyak kurang didorong fundamental dan lebih dipicu meningkatnya volatilitas di pasar saham dan meningkatnya kekhawatiran global. Hal tersebut juga bebani sejumlah aset.
Pimpinan perusahaan minyak Rusia Rosneft, Igor Sechin prediksi harga minyak berada di kisaran USD 50-USD 53 pada 2019. Angka ini di bawah level tertinggi dalam empat tahun di USD 86 untuk harga minyak Brent. Pada awal 2018, harga minyak tersebut sempat sentuh level tertingginya.
Akan tetapi, prospek minyak tidak sekuat pada 2016 ketika kelebihan pasokan meningkat karena Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) mencoba menopang pasar.
OPEC dan sekutunya termasuk Rusia memutuskan awal bulan ini untuk memangkas produksi pada 2019 dan membatalkan keputusan memproduksi lebih banyak minyak pada Juni. OPEC dan sekutunya berencana memangkas produksi sebesar 1,2 juta barel per hari pada 2019.
Â
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Advertisement