Liputan6.com, Jakarta - Said Didu dicopot dari jabatannya sebagai komisaris PT Bukit Asam Tbk (PTBA). Hal itu diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Bukit Asam Tbk (PTBA).
Saat dikonfirmasi mengenai hal tersebut, Sekretaris Perusahaan PTBA Suherman membenarkan hal tersebut.
"Betul. Kalau penjelasan dari pemegang saham," ujar Suherman, saat dihubungi Liputan6.com, lewat pesan singkat, Jumat (28/12/2018).
Advertisement
Baca Juga
Dikutip dari akun media sosial twitter Said Didu @saiddidu, ia menulis:
"Kalau melalui RUPSLB PTBA hari ini 28 Desember 2018 saya diberhentikan sebagai komisaris PTBA dengan alasan bahwa saya sudah tidak sejalan dengan pemegang saham”.
Sesuai keputusan RUPSLB PTBA hari ini saya diberhentikan sebagai komisaris PTBA dengan alasan saya sudah tidak sejalan dengan pemegang saham dwi warna (Menteri BUMN)
“Mohon maaf bagi saya kemerdekaan berpendapat jauh lebih penting dari jabatan. Saya tidak punya bakat jadi penjilat,” tulis Said Didu menjawab pernyataan warganet.
Selain itu, ia menyebutkan, kalau dirinya merasa terhormat dengan keputusan tersebut. Hal ini karena dilakukan dalam RUPSLB PT Bukit Asam Tbk dengan agenda tunggal memberhentikan dirinya. "Alasan pemberhentian saya karena dianggap tidak sejalan dengan pemilik saham dwi warna (Menteri BUMN)".
Seperti diketahui, mantan sekretaris menteri BUMN ini menjabat sebagai Komisaris BUMN pada 30 Maret 2015. Ia menggantikan posisi Thamrin Sigite.
Sebelumnya ia memulai karier di BPPT pada 1998. Kemudian menjadi pakar tetap di Dewan Ketahanan Nasional hingga 2005. Pada 1998, Said menjabat sebagai Direktur Teknologi Agroindustri di BPPT, anggota MPR pada 1998-1999.
Ia juga menjabat sebagai Tim Ahli Kepala BPPT dan Tim Ahli Menristek/Kepala BPPT. Pada 2005-2010 menjabat sebagai Sekretaris Kementerian BUMN.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Kinerja PTBA Kuartal III 2018
Sebelumnya, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) membukukan kinerja positif sepanjang sembilan bulan pertama 2018. Hal itu didukung kenaikan volume produksi dan harga jual rata-rata.
Mengutip laporan keuangan perseroan yang disampaikan ke Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu 14 November 2018, PT Bukit Asam Tbk mencatatkan laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 3,92 triliun hingga akhir September 2018. Laba perseroan tumbuh 49,66 persen dari periode sama tahun sebelumnya Rp 2,62 triliun.
Kenaikan laba didukung pertumbuhan pendapatan usaha sebesar 20,68 persen. Perseroan membukukan pendapatan Rp 16,03 triliun hingga akhir September 2018 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 13,28 triliun.
Beban pokok pendapatan naik 14,59 persen menjadi Rp 9,36 triliun hingga akhir kuartal III 2018. Hal itu mendorong laba kotor tumbuh 30,42 persen menjadi Rp 6,66 triliun.
Perseroan mencatatkan kenaikan pendapatan lainnya dari Rp 13,74 miliar hingga akhir kuartal III 2017 menjadi Rp 144,36 miliar hingga akhir kuartal III 2018. Penghasilan keuangan naik menjadi Rp 182,41 miliar hingga akhir kuartal III 2018 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 56,69 miliar. Laba dari entitas ventura naik menjadi Rp 120,70 miliar. Laba usaha perseroan tumbuh 39,86 persen menjadi Rp 5,17 triliun hingga akhir September 2018.
Dengan melihat kinerja itu, perseroan mencatatkan laba per saham naik menjadi 373 hingga akhir September 2018 dari periode sama tahun sebelumnya 249.
PT Bukit Asam Tbk mencatatkan harga jual rata-rata batu bara dari periode Januari-September 2018 naik 13 persen dari Rp 745.775 per ton menjadi Rp 841.655 per ton.
Kenaikan itu dipengaruhi kenaikan rata-rata batu bara Newcastle periode Januari-September cukup signifikan sebesar 27 persen. Selain itu, kenaikan rata-rata harga batubara acuan sebesar 20 persen.
PT Bukit Asam Tbk mencatatkan total liabilitas turun menjadi Rp 7,54 triliun pada 30 September 2018 dari periode 31 Desember 2017 sebesar Rp 8,18 triliun. Hal itu didukung pemenuhan liabilitas jangka pendek yang dimiliki oleh perseroan seperti pinjaman bank dan sewa pembiayaan. Ekuitas tercatat naik menjadi Rp 14,92 triliun. Perseroan kantongi kas Rp 6,05 triliun atau naik dari periode 31 Desember 2017 sebesar Rp 3,56 triliun.
Advertisement