Sukses

Aktivitas Udara dan Pelayaran Belum Terganggu Erupsi Gunung Anak Krakatau

Kementerian ESDM belum sama sekali menerbitkan larangan atau peringatan penerbangan udara, yakni Volcano Observatory for Aviation (VONA) kepada industri penerbangan.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan, sampai dengan hari ini, jalur penerbangan yang melewati wilayah Selat Sunda dipastikan belum terganggu dampak erupsi vulkanik Gunung Anak Krakatau.

Kementerian ESDM belum sama sekali menerbitkan larangan atau peringatan penerbangan udara, yakni Volcano Observatory for Aviation (VONA), kepada industri penerbangan.

"Penerbangan biasanya kalau debunya sangat banyak dan debunya besar, kita terbitkan yang namanya VONA. Itu pemberitahuan kepada otoritas penerbangan di navigasi udara untuk mengubah atau menyesuaikan udara. Tapi sejauh ini belum ada VONA di penerbangan, begitu juga pelayaran," jelas dia di Banten, Jumat (28/12/2018).

Ia menambahkan, abu dari erupsi vulkanik Gunung Anak Krakatau itu juga belum mengganggu batas ketinggian dari industri penerbangan atau pesawat untuk terbang, yakni berkisar dari 5.000-10.000 meter.

"Satu atau dua hari ini ketinggian abu kira-kira 500-700 meter. Kalau penerbangan melintas itu kan paling kurang 5.000 sd 10.000 meter. Jadi, abunya memang masih di bawah," ujarnya.

Jonan pun menjelaskan, pihaknya sampai saat ini belum ada komunikasi lebih lanjut terkait terganggunya jalur penerbangan udara dengan otoritas bandara terkait.

"Kalau abu berdampak biasanya otoritas bandara ada paper test di runway kira-kira kejatuhan abu atau tidak. Kalau sudah mulai kejatuhan abu, maka pasti akan konsultasi dengan navigasi udara dan kami, bahwa ini maunya ruang udara mau ditutup apa enggak. Seperti Bandara Ngurah Rai Bali kan sempat buka tutup karena abunya sampai ke sana," ucapnya.

2 dari 2 halaman

Menteri Jonan: Pertama di Dunia, Tsunami Selat Sunda Tanpa Ada Gempa

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengunjungi Pos Pengamatan Gunung Anak Krakatau di Banten. 

Di sela-sela waktu menengok kondisi Pantai Anyer itu, Jonan mengungkapkan, tsunami Selat Sunda ini merupakan tsunami pertama di dunia yang tidak diikuti dengan gempa bumi terlebih dahulu. 

"Jadi, ini pertama kali ada tsunami tanpa ada gempa. Karena biasanya tsunami itu pada umumnya di seluruh dunia itu didahului dengan gempa besar. Ini tidak," ujar dia di Pos Pengamatan Gunung Api Anak Krakatau, Banten, Jumat (28/12/2018).

Ia menambahkan, Kementerian ESDM tengah berkoordinasi, menyelidiki lebih lanjut terkait penyebab tsunami di Selat Sunda. Lantaran, kemungkinan terjadinya tsunami Selat Sunda dapat disebabkan oleh faktor lain selain longsornya Gunung Anak Krakatau.

"Longsornya Gunung Anak Krakatau ini bisa jadi salah satu penyebab, tapi mungkin ada faktor lain yang sekarang oleh para ahli sedang dilihat lagi. Oleh karena itu, kami dari ESDM minta koordinasi dengan BNPT, BMKG, dan LIPI untuk pelajari kira-kira tsunami yang tempo hari terjadi itu akibat dari apa saja," ujar dia.

Sementara itu, dari segi infrastruktur, Jonan menjelaskan, kesiapan alat pemantau vulkanik Gunung Anak Krakatau di pos pemantau di sini telah cukup siap. Ia pun meminta agar beberapa alat yang telah rusak dapat segera diperbaiki.

"Alat pemantau vulkanisme di sini kurang lebih sudah cukup. Hanya saya minta yang rusak dipasang di Anak Gunung Krakataunya itu, jadi gini ini. Itu sudah rusak beberapa kali, ini dipindahlah, pinjam alat dari tempat lain, karena kalau pengadaan saya rasa akan makan waktu lama sekali," ujar dia.

Â