Sukses

Dari Sisi Hukum, Hufron: Kontrak Freeport Tak Bisa Berakhir di 2021

UU Minerba tidak pernah mengamanatkan pengakhiran sepihak KK maupun perjanjian karya yang ada sebelumnya.

Liputan6.com, Jakarta Kepala Biro Hukum Kementerian ESDM , Hufron Asrofi menyampaikan bahwa perpanjangan masa operasi yang diberikan ke PTFI dan pembelian saham mayoritas perusahaan tersebut oleh Holding Industri Pertambangan PT Inalum (Persero) sudah sesuai dengan ketentuan hukum.

Anggapan bahwa pembelian saham PT Freeport Indonesia (PTFI) tidak perlu dilakukan sekarang karena tahun 2021 Kontrak Karya (KK) perusahaan tersebut akan berakhir sehingga Indonesia akan dengan Indonesia akan dengan sendirinya memiliki PTFI secara gratis, menurut Hufron tidak sesuai dengan aturan.

"Dari segi hukum, kami berpegang kepada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). UU Minerba tidak pernah mengamanatkan pengakhiran sepihak KK maupun perjanjian karya (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara/PKP2B) yang telah ada sebelumnya, melainkan menghormati KK dan PKP2B sampai jangka waktunya berakhir," ujar Hufron.

Hufron juga menyampaikan, adapun KK PTFI yang sudah dibuat sejak 1991 juga mengatur perpanjangan kontrak setelah 2021 berakhir.

“Masih dari segi hukum, dalam ketentuan Pasal 31 KK (jangka waktu) telah ditentukan bahwa PTFI berhak mengajukan perpanjangan sebanyak 2 kali masing-masing selama 10 tahun setelah kontrak berakhir pada tahun 2021 dan Pemerintah tidak dapat menahan atau menunda persetujuan perpanjangan dengan tidak wajar," jelas Hufron.

Ia pun menjelaskan besarnya dampak yang terjadi jika hak perpanjangan berupa IUPK tidak diberi. Pertama, PTFI berpotensi melakukan gugatan sengketa arbitrase internasional. Terlepas dari ketidakpastiannya peluang Indonesia untuk menang, sudah pasti nasib ribuan tenaga kerja Indonesia di PTFI dipertaruhkan. Selain itu, ada kemungkinan ketidakpastian penerimaan APBD bagi pemerintah Kabupaten Mimika dan Provinsi Papua.

Hal tersebut dikarenakan arbitrase akan menyebabkan ketidakpastian operasi, yang juga akan membahayakan kelangsungan tambang, yang jika runtuh maka ongkos sosial ekonominya amat besar. Jika tidak dilakukan perpanjangan Hufron menyampaikan akan berdampak pada iklim investasi nasional.

"Di bawah rezim KK, menunggu sampai kontrak berakhir tahun 2021 dan tidak memperpanjangnya, selain lebih mahal juga menempatkan kedua pihak dalam situasi lose-lose situation dan memburamkan iklim investasi nasional," tutur Hufron.

Ia menambahkan bahwa tidak mungkin PTFI didapatkan secara gratis.

“Tidak bisa gratis, karena Freeport harus membangun sarana dan prasana tambang dan membeli segala peralatan yang dibutuhkan dalam kegiatan operasi pertambangan. Dalam rezim hukum pertambangan KK maupun IUP, status kepemilikan seluruh barang modal dan barang produksi dimiliki dan dibiayai sendiri oleh Badan Usaha dalam hal ini PTFI (bukan Barang Milik Negara). Sehingga apabila jalan yang ditempuh adalah mengakhiri Kontrak Karya dan mengambil risiko arbitrase, pemerintah juga tetap harus membeli sarana dan prasana tambang dan membeli segala peralatan dari PT Freeport Indonesia,” terang Hufron.

 

(*)