Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) menyatakan penerapan local currency settlement framework (LCS) mulai berlaku 2 Januari 2018. BI menggandeng Bank Negara Malaysia (BNM) dan Bank of Thailand (BOT) untuk menerapkan LCS tersebut sebagai upaya kurangi penggunaan dolar Amerika Serikat (AS).
"Sudah berlaku sejak Januari 2018 (penerapan LCS dengan tiga bank sentral di ASEAN-red)," ujar Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan BI, Yoga Affandi saat dihubungi Liputan6.com, Sabtu (29/12/2018).
Ia menuturkan, penerapan local currency settlement (LCS) antar tiga bank sentral tersebut bertujuan mengurangi ketergantungan terhadap dolar Amerika Serikat.Â
Advertisement
Baca Juga
Penerapan kebijakan ini bertujuan untuk mendorong penyelesaian perdagangan bilateral dan investasi langsung dalam mata uang lokal.
Hal itu mendorong penggunaan mata uang rupiah, ringgit, dan baht lebih luas dalam transaksi perdagangan dan investasi antara ketiga negara. Pembentukan framework LCS itu merupakan langkah penting penguatan kerja sama keuangan antara BI, Bank of Thailand dan Bank Negara Malaysia.
"Hingga Minggu 2 Desember 2018, total transaksi LCS menggunakan THB (thai baht-red) mencapai THB 1,5 miliar, MYR (ringgit-red) mencapai 495 juta," kata Yoga.
Mengutip laman Bank Indonesia, untuk memfasilitasi operasionalisasi framework LCS itu, BI, Bank Negara Malaysia dan Bank of Thailand telah menunjuk beberapa bank yang penuhi kriteria kualifikasi utama untuk fasilitas transaksi bilateral.
Bank-bank yang ditunjuk itu antara lain penuhi kriteria sebagai bank yang berdaya tahan dan sehat di setiap negara, memiliki pengalaman dalam memfasilitasi perdagangan antar kedua negara, memiliki hubungan bisnis dengan bank di kedua negara, dan memiliki basis konsumen dan kantor cabang yang luas di negara asal.
Untuk operasionalisasi framework LCS rupiah-ringgit, Bank Indonesia dan Bank Negara Malaysia menunjuk bank-bank antara lain dari Indonesia yaitu PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Central Asia Tbk, PT Bank Negara Indonesia Tbk, PT Bank CIMB Niaga Tbk, dan PT Bank Maybank Indonesia Tbk.
Selain itu dari Malaysia yaitu, CIMB Bank Berhad, Hong Leong Bank Berhad, Malayan Banking Berhad, Public Bank Berhad, dan RHB Bank Berhad.
Untuk operasionalisasi framework LCS rupiah-bath, Bank Indonesia dan Bank of Thailand menunjuk lima bank di Indonesia dan Thailand antara lain PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Central Asia Tbk, PT Bank Negara Indonesia Tbk, dan Bangkok Bank PCL.
Dari Thailand Bangkok Bank PCL, Bank of Ayudhya PCL, Kasikombank PCL, Krungthai Bank PCL, Siam Commercial Bank PCL.
Selain itu, bank sentral juga memasukkan fasilitas investasi langsung sebagai tambahan dari fasilitas transaksi perdagangan.
Untuk perluasan framework baht-ringgit, Bank Negara Malaysia dan Bank of Thailand menunjuk bank-bank antara lain dari Malaysia yaitu CIMB Bank Berhad, Malayan Banking Berhad, Public Bank Berhad, RHB Bank Berhad, Bangkok Bank Berhad, Bank of Tokyo Mitsubishi UFJ Malaysia Berhad, United Overseas Bank Berhad.
Sedangkan dari Thailand Bangkok Bank PCL, Bank of Ayudhya PCL, CIMB Thai PCL, Kasikornbank PCL, Krungthai Bank PCL, Siam Commercial Bank PCL, dan United Overseas Bank (Thai) PCL.
Â
3 Negara ASEAN Kurangi Ketergantungan Dolar AS
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) bersama Bank Sentral Thailand dan Bank Negara Malaysia sepakat mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan dolar Amerika Serikat (AS). Ini terutama dalam penyelesaian transaksi perdagangan bilateral antara Indonesia dengan negara mitra.
Oleh karena itu, BI menerbitkan peraturan penyelesaian transaksi perdagangan bilateral menggunakan mata uang lokal. Hak itu tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 19/11/PBI/2017. Demikian mengutip dari laman Bank Indonesia, pada 17 Oktober 2017.
Pengaturan local currency settlement (LCS) bertujuan untuk mendukung kestabilan nilai tukar rupiah dengan cara mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan dolar AS. Melalui peraturan ini, diharapkan dapat mengurangi biaya transaksi valas terhadap rupiah dengan terjadinya kuotasi harga secara langsung antara rupiah dengan beberapa mata uang negara mitra. Dengan begitu, pasar mata uang regional dapat berkembang. Selain itu, hal ini juga dapat memperkuat akses pelaku usaha untuk membayar kewajibannya dalam mata uang lokal.
Penerbitan PBI ini merupakan tindak lanjut penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara Bank Indonesia dengan Bank of Thailand dan Bank Negara Malaysia pada 23 Desember 2016. Dalam MoU itu sepakati kerja sama LCS antara Indonesia, Malaysia, dan Thailand dalam penyelesaian perdagangan internasional antara ketiga negara itu dengan menggunakan mata uang lokal, yaitu rupiah, ringgit, dan baht.
Aturan itu juga mengatur kewenangan BI bersama dengan bank sentral negara mitra untuk menunjuk bank di Indonesia untuk melakukan kegiatan dan transaksi keuangan tertentu untuk kepentingan LCS atau disebut juga Bank Appointed Cross Currency Dealer (Bank ACCD).
Kaitannya dengan transaksi, importir Indonesia yang melakukan impor barang dari Malaysia dan Thailand dapat membayar menggunakan mata uang MYR atau THB melalui bank ACCD yang ditunjuk tanpa perlu membayar dalam mata uang dolar AS.
Sebaliknya dalam hal terdapat eksportir Indonesia hendak menggunakan mekanisme LCS, eksportir Indonesia juga dapat dibayar dalam mata uang rupiah, ringgit dan baht melalui bank ACCD yang ditunjuk.
Dalam hal ini, aktivitas perbankan dan transaksi keuangan itu harus dilakukan dengan didasari underlying berupa kegiatan perdagangan barang dan jasa.
"Peraturan ini diharapkan dapat mendorong penggunaan penyelesaian perdagangan bilateral dengan menggunakan mata uang lokal, mengembangkan penggunaan mata uang regional dalam perdagangan bilateral di kawasan, dan perluasan akses pelaku ekonomi di masing-masing negara," kata Direktur Departemen Komunikasi BI, Arbonas Hutabarat.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Advertisement