Sukses

Rupiah Menguat karena Harapan Pengendalian Inflasi

Inflasi Desember 2018 sebesar 2,98 persen lebih rendah dibandingkan bulan November sebesar 3,23 persen (year on year).

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan di awal tahun ini. Harapan pelaku pasar terhadap kemampuan pemerintah dalam pengendalian inflasi memicu penguatan pada hari ini.

Mengutip Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), Rabu (2/1/2019), rupiah dipatok di angka 14.465 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan patokan sebelumnya atau pada akhir 2018 yang tercatat 14.481 per dolar AS.

Ekonom Samuel Sekuritas, Ahmad Mikail, mengatakan bahwa sentimen dari dalam negeri mengenai tingkat inflasi yang terkendali menjadi salah satu faktor positif bagi nilai tukar rupiah.

"Inflasi diperkirakan tetap rendah di bulan Desember 2018, itu dapat memberikan dampak positif bagi masuknya arus modal asing ke pasar obligasi Indonesia," katanya dikutip dari Antara.

Ia memproyeksikan inflasi Desember 2018 sebesar 2,98 persen lebih rendah dibandingkan bulan November sebesar 3,23 persen (year on year).

Dari eksternal, lanjut dia, ekspektasi pasar bahwa tingkat suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (Fed), tidak akan naik sebanyak dua kali tahun 2019 menambah tekanan terhadap dolar AS.

Selain itu, ia menambahkan, masalah politik seperti penghentian pemerintah AS secara parsial juga mendorong semakin kuatna ekspektasi publik bahwa ekonomi AS akan mengalami pelemahan di tahun ini.

Menurut dia, faktor itu mendorong investor memilih aset mata uang selain dolar AS di tengah ketidakpastian ekonomi AS.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Bos BI: Nilai Tukar Rupiah 14.500 Masih di Bawah Fundamental

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat terus mengalami penguatan, volatailitas rupiah pun tercatat rendah. Meski demikian, nilai tukar rupiah masih undervalued alias masih di bawah nilai fundamentalnya.

"Volatailitas rupiah itu sangat rendah, depresiasi sampai hari kemarin itu dibawah 7 persen, tingkat pelemahannya itu 6,8 persen. Volatilitasnya itu juga sekitar 7 atau 8 persen, sangat rendah. Jadi kalau kita lihat rupiah kita bergerak stabil dan menguat," kata Perry di Kompleks Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (28/12/2018).

"Sejak Juli, Agustus rupiah membaik bahkan terus menguat dan pada hari-hari ini diperdagangkan sekitar Rp 14.500 meskipun kami melihat level itu masih undervalued kalau dilihat dari sisi fundamentalnya," ungkap dia.

Ke depan, dia mengaku optimis tekanan terhadap nilai tukar rupiah tidak akan terlalu besar seiring dengan menurunnya risiko yang disebabkan oleh perekonomian global.

"Kami sampaikan Fed Fund Rate yang tahun ini naik empat kali tahun depan diperkirakan hanya dua kali. Ketegangan perdagangan juga telah ada tanda-tanda untuk mengarah ke lebih baik. Premi resiko membaik sehingga itu dari sisi globalnya juga akan memberikan faktor positif bagi aliran modal asing ke Indonesia dan karenanya mendukung stabilitas dan pergerakan rupiah yang lebih baik," jelasnya.

Dia menjelaskan, fundamental ekonomi diprediksi akan lebih baik. Proyeksi pertumbuhan ekonomi Tahun 2019 yang akan lebih tinggi di kisaran 5 sampai 5,4 persen 2019, inflasi yang terkendali, dan defisit transaksi berjalan yang diupayakan akan berada di kisaran 2,5 persen pada 2019, diyakini akan membantu penguatan rupiah.

Selain itu, tumbuhnya pasar DNDF (Domestic Non-Deliverable Forward) juga akan turut menopang stabilitas dan pengutan nilai tukar rupiah.

"Kalau dulu pasarnya hanya spot atau tunai, sekarang ada pasar swap dan bahkan DNDF yang terus berkembang. DNDF di dalam negeri juga terus tumbuh bahkan juga membawa Offshore NDF apakah di Singapura, London, dan New York juga mengikuti pergerakan-pergerakan dalam negeri," tandasnya.