Liputan6.com, Jakarta Bisnis ritel ditargetkan mampu tumbuh hingga 12 persen di 2019. Namun syaratnya, kondisi dalam negeri terjaga dengan baik meski memasuki tahun politik dengan digelarnya pemilihan presiden (Pilpres).
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey mengatakan, pada 2018, industri ritel diperkirakan tumbuh 10 persen. Sehingga pada tahun ini diharapkan mampu tumbuh lebih tinggi, yaitu 11 persen-12 persen.
"Kita harapkan bisa meningkat di angka 11 persen-12 persen," ujar dia di Jakarta, Kamis (3/1/2019).
Advertisement
Baca Juga
Dia menjelaskan, salah satu faktor pendorong dari pertumbuhan ritel di tahun ini yaitu kenaikan dana desa dan adanya dana kelurahan yang dialokasikan pemerintah pusat ke daerah. Dana ini diharapkan menjadi stimulus bagi peningkatan daya beli masyarakat.
"Kita harapkan bisa lebih baik karena dana desa ditingkatkan dari Rp 60 triliun menjadi Rp 73 triliun. Kemudian ada dana kelurahan. Itu diharapkan signifikan memberikan produktivitas bagi masyarakat," kata dia.
Selain itu, lanjut Roy, pertumbuhan ritel di tahun ini juga akan didorong oleh penyelenggaraan Pemilu. Namun Pemilu tersebut harus berlangsung dengan kondusif agar masyarakat tidak menahan konsumsinya di tahun politik ini.
"Kemudian ada pesta demokrasi dengan Pemilu, itu juga akan meningkatkan konsumsi, pemakaian baju, seragam dan makanan minuman. Namun yang penting adalah kestabilan politik. Ketika Pemilu berjalan baik maka kepercayaan konsumen, investor, pelaku usaha terjaga. Sehingga mendongkrak kepada pertumbuhan yang lebih baik lagi," tandas dia.
Â
Ritel Tradisional Masih Jadi Tempat Favorit Warga Berbelanja
Pemerintah dan sektor swasta diminta untuk mendukung pengembangan ritel tradisional seperti toko kelontong. Sebab sektor ini dinilai masih menjadi salah satu penggerak utama ekonomi masyarakat.
Direktur Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Research Institute, Agung Pambudhi mengatakan,‎ hingga saat ini industri ritel khususnya ritel tradisional, masih memiliki ruang untuk terus bertumbuh. Meski pun ritel tradisional harus bersaing dengan industri ritel modern yang terus tumbuh.
"Hingga kini toko tradisional masih menjadi tempat favorit belanja karena faktor lokasi dan kemudahan mendapatkan barang kebutuhan sehari-hari. Yang juga tidak kalah penting adalah kayanya nilai-nilai sosial dalam hubungan antara ritel tradisional dengan para pembeli berlandaskan kepercayaan," ujar dia di Jakarta, Jumat (23/11/2018).‎
Baca Juga
Agung menjelaskan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2016 menyebutkan jika sektor ritel memiliki kontribusi 15,24 persen terhadap total PDB dan menyerap tenaga kerja sebesar 22,4 juta atau 31,81 persen dari tenaga kerja non-pertanian. Selain itu, distribusi toko ritel Indonesia pada 2017 masih didominasi oleh toko tradisional sebesar 82,3 persen.
"Data ini memperlihatkan masih agresifnya strategi pembukaan toko ritel tradisional yang dinilai lebih efektif," ungkap dia.
Saat ini sejumlah peritel tradisional maupun UKM telah mampu meningkatkan penjualan dan keuntungannya karena telah mendapatkan bantuan dan dukungan dalam hal penerapan sistem ritel modern skala terbatas, seperti penataan barang, kontrol inventaris barang, pencatatan penjualan dan keuangan, serta dukungan sistem IT sederhana. Namun dukungan tersebut harus terus ditingkatkan agar lebih banyak ritel tradisional yang bisa naik kelas.
‎"Besarnya potensi ritel tradisional untuk terus berkembang memang harus didukung secara maksimal dengan terciptanya sinergi dari pemerintah dan sektor dunia usaha," ungkap dia.
Â
Advertisement