Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat tumbuh lebih baik pada 2019. Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo mengatakan, pertumbuhan ekonomi RI dapat menyentuh 5,4 persen pada 2019.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE), Piter Abdullah menilai, realisasi pertumbuhan ekonomi yang dipatok sebesar 5,4 persen itu cenderung sulit dicapai. Kendati demikian, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih dapat tumbuh di kisaran 5 persen.
"Target pertumbuhan tahun ini sebesar 5,4 dengan asumsi tidak ada terobosan kebijakan dan kondisi global masih sama dengan tahun 2018 itu sulit untuk dicapai. Saya memperkirakan pertumbuhan 2019 akan berada di kisaran 5,2 persen. Meningkat sedikit dibandingkan tahun 2018 di 5,15 persen," ucap dia kepada Liputan6.com, Kamis (3/1/2019).
Advertisement
Piter mengatakan, pemerintah perlu mendorong kembali konsumsi rumah tangga maupun investasi. Kedua hal tersebut merupakan penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Baca Juga
"Konsumsi rumah tangga adalah mesin penggerak utama pertumbuhan ekonomi. Kontribusi konsumsi terhadap pertumbuhan ekonomi adalah lebih dari 50 persen. Artinya kalau pertumbuhan konsumsi rumah tangga hanya di kisaran 5 persen saja maka mustahil mengharapkan pertumbuhan ekonomi bisa melompat di atas 6 persen," ujar dia.
"Demikian pula dengan investasi. Kita butuh investasi tumbuh lebih dari 7 persen untuk memacu pertumbuhan ekonomi mencapai target 5,4 persen," ia menambahkan.
Sementara itu, Ekonom Bank Permata Josua Pardede menjelaskan, pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan mencapai 5,2 persen itu sudah cukup baik bagi Indonesia. Lantaran, sentimen ketidakpastian global masih cukup kuat menghiasi pertumbuhan ekonomi dunia, tak terkecuali bagi Indonesia.
"Tahun ini asumsi pertumbuhan ekonomi 5,3 persen ya kalau kita lihat dari APBN 2019. Tapi at least di kisaran 5,1 sampai 5,2 persen saja menurut saya sudah cukup baik ya. Apalagi di tengah sentimen kondisi perekonomian global yang kecenderunganya melambat dan perang dagang," kata dia.
Oleh karena itu, Josua berharap, pemerintah dapat terus menekan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) untuk menyokong pertumbuhan ekonomi pada 2019.
"Yang pasti sudah jelas bahwa fokus pemerintah dan BI kan jaga stabilitas perekonomian dan nilai tukar. Jadi pemerintah menekan impor untuk tekan defisit harus didorong terus agar CAD berada di level yang lebih sehat. Karena perekonomian kita dari segi fundamental masih cukup baik dibandingkan negara-negara lainnya ditengah kondisi global," ujar dia.
Alasan Pemerintah Optimis Ekonomi Bakal Lebih Baik pada 2019
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso mengaku optimistis bahwa tekanan perekonomian global akan menurun di 2019. Salah satu pemicu, terkait kenaikan suku bunga The Fed yang rencananya hanya dilakukan dua kali di tahun ini.
"Tekanan di 2019 akan lebih mild dibandingkan 2018. Di tahun 2018 berat sekali, volatilitas nilai tukar berat, sehingga harus di respon dengan kenaikan suku bunga. Kenaikan suku bunga di AS sudah lebih mild, meski rencana 2 kali," kata dia, di Gedung BEI, Jakarta, Rabu 2 Januari 2019.
Kenaikan suku bunga The Fed yang hanya akan terjadi dua kali tahun ini pun akan mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah. "Tekanan suku bunga sudah tidak terlalu berat, sehingga situasi kembali jadi normal kita harapkan di 2019. Normal sekali gak karena thte Fed bisa dua kali lagi," ujar Wimboh.
Selain itu, kondisi fundamental perekonomian domestik yang bagus akan menarik investor dari luar untuk masuk. Arus modal keluar alias capital outflow yang terjadi, kata dia hanya bersifat sementara.
"Foreign fund ini dia akan mencari yield yang lebih tinggi, dengan kondisi domestik stabil, dia akan balik. Kemarin itu temporary aja, beberapa bulan terakhir portofolio sudah mulai baik. Ini bukti fundamental kita bagus. Kemarin negatif karena gejolak global. Ini kami harapkan investor portofolio lebih confident lagi masuk Indonesia," jelasnya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution pun mengungkapkan bahwa perekonomian Indonesia bisa tampil lebih baik di tahun 2019. Optimisme tersebut dikarenakan situasi perekonomian Indonesia yang, menurut Darmin memiliki daya tahan yang kuat ketika terjadi gejolak ekonomi global di tahun 2018.
Selain itu, lanjut Darmin perang dagang AS-Tiongkok pun sudah menunjukkan tanda-tanda perbaikan turut memberi optimisme.
"Kita juga terus-menerus menghadapi kejutan-kejutan dalam perang dagang. Misalnya pada saat pertemuan di Argentina. Kita tahu ada ada pertemuan yang memberikan harapan antara pemimpin yang melakukan perang dagang, Tapi saat hari kemudian kita dikejutkan lagi dengan hal yang ini benar atau enggak perang dagang akan mereda," ungkapnya.
"Tapi hari-hari ini mendengar baik Presiden Amerika Serikat maupun Presiden Tiongkok
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement