Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mengakui minimnya jumlah tenaga pendamping atau instruktur bagi Balai Latihan Kerja (BLK). Dari total 303 BLK yang ada di seluruh Indonesia, masih membutuhkan sekitar 5.000 instruktur.
"BLK sekarang masih kekurangan 5.000 instruktur. Tentunya kita inginkan instruktur itu yang PNS. Namun kita butuh 500, terpenuhi oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) ada 100 orang," kata Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kemnaker, Bambang Satrio Lelono di Jakarta, Selasa (8/1/2019).
Baca Juga
Untuk menutupi kekurangan instruksi tersebut, lanjut dia, pihaknya menempuh jalur dengan menggandeng kementerian lembaga terkait maupun sejumlah stakeholder lainnya.
Advertisement
"Kita bersinergi dengan siapapun yang bisa membantu pelatihan di BLK. Misalnya industri kita tahu banyak orang berkompeten memiliki kemapuan teknis yang tinggi," imbuhnya.
Meski langkah ini baik, namun untuk pelaksanaan teknisnya sendiri dirinya masih meragukan. Sebab, permasalahannya apabila mengambil pendamping dari sektor industri yang dikhawatirkan adalah penyampaian dari segi materi pelatihannya.
"Mungkin permasalahannya teman teman di industri adalah bagaimana dia mendelivery materinya yang mungkin dia tidak terbiasa oleh karena itu kita membekali pelatihan metodelogi," katanya.
Di samping itu, untuk menambal kekurangan terhadap instruktur di BLK pihaknya juga tengah menginstruksikan agar setiap wilayah mengajukan masing-masing formasi untuk menjadi instruktur.
"Kami inginkan setiap wilayah mengalokasikan formasi untuk instruktur. Kami soap melatih dan setiap tahun kita lakukan pelatihan instruktur baru," jelasnya.
Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan, Muhammad Hanif Dhakiri, menambahkan untuk menutupi kekurangan Kemenaker sendiri telah bekerjasama dengan beberapa industri. Tidak hanya sebagai pelatih ataupun intruksi saja, melainkan dimanfaatkan juga menjadi mentor dalam program pemagangan.
"Sehingga kita tinggal bekali dengan masalah metodologi karena orang industri itu mereka dari sisi ekspertis kan sudah ada. Jadi tinggal dikasih metodologi sehingga mereka bisa mentransfer skillnya kepada orang lain," tutupnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com