Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memperkirakan sejumlah sektor industri akan mengalami pertumbuhan yang tinggi di 2019. Meski pun ini merupakan tahun politik dengan adanya pemilhan umum (pemilu) serentak.
Sejumlah sektor yang diproyeksi tumbuh tinggi antara lain, industri makanan dan minuman, permesinan, tekstil dan pakaian jadi. Selain itu, sektor lain yang akan juga berkembang pada tahun Babi Tanah ini seperti industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki, serta industri barang logam, komputer dan barang elektronika.
Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto menyatakan, selama ini industri telah berperan penting dalam upaya menggenjot nilai investasi dan ekspor, sehingga menjadi sektor andalan untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional.
Advertisement
Oleh karena itu, pemerintah berkomitmen merevitalisasi industri, khususnya manufaktur melalui pelaksanaan peta jalan Making Indonesia 4.0 agar juga siap memasuki era revolusi industri 4.0.
“Saat ini, sektor industri berkontribusi terhadap PDB sebesar 20 persen, kemudian untuk perpajakan sekitar 30 persen, dan ekspor hingga 74 persen. Capaian ini yang terbesar disumbangkan dari lima sektor manufaktur di dalam Making Indonesia 4.0,” ujar dia di Jakarta, Rabu (9/1/2019).
Kelima sektor yang dimaksud itu, yakni industri makanan dan minuman, industri tekstil dan pakaian, industri otomotif, industri kimia, dan industri elektronika.
Selain itu, lanjut Airlangga secara lebih luas, aktivitas industri senantiasa konsisten memberikan efek berantai yang luas bagi perekonomian baik di daerah maupun nasional. Misalnya, peningkatan pada nilai tambah bahan baku dalam negeri, penyerapan tenaga kerja lokal, dan penerimaan devisa negara.
"Hal ini tidak terlepas dari peran peningkatan investasi sektor manufaktur," tandas dia.
Hadapi Perang Dagang, Pengusaha Minta Pemerintah Genjot Investasi
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani mengatakan, tantangan ketidakpastian ekonomi global masih sangat nyata pada 2019.
Salah satu yang harus diwaspadai adalah perang dagang AS-Tiongkok yang belum pasti kapan akan berakhir. "Kami sebagai pelaku usaha di Indonesia melihat kepastian global ini masih nyata. Perang dagang walaupun dengan apapun negosiasi Amerika dan Tiongkok, kita belum ada kepastian mau dibawa kemana," kata dia, saat ditemui, di Hotel Mandarin Oriental, Jakarta, seperti ditulis Selasa (8/1/2019).
Meskipun demikian, dia menegaskan perang dagang AS-Tiongkok juga memberikan peluang bisnis. Eskalasi perang dagang tentu akan membuat industri di Tiongkok untuk merelokasi bisnis ke tempat lain, termasuk Indonesia.
Baca Juga
"Kita melihat kesempatan adanya perang dagang ini Tiongkok harus berhati-hati, mereka harus memiliki base baru karena mereka tidak bisa lagi ekspor produknya dari Tiongkok," ujar dia.
Oleh karena itu, hal yang harus dilakukan adalah mendorong terciptanya iklim investasi yang kondusif agar dapat menarik bagi investor. "Ini mungkin satu kesempatan juga bagi Indonesia. Mereka juga banyak melihat relokasi contohnya. Apa ini sesutu yang kita bisa mengambil manfaatnya," ungkapnya.
Dia pun berharap pemerintah ke depan iklim investasi di Indonesia terus dibuat mudah agar Indonesia tak kalah menarik dari negara-negara kompetitor.
"Tinggal sekarang berlomba siapa yang mengambil peluang yang lebih besar. Makanya kesiapan kita sangat penting. Kita harus membuat iklim investasi yang baik. Bagaimana caranya Indonesia menjadi tempat di mana mempermudah untuk berinvestasi sehingga peluang-peluang yang kita kembangkan dengan adanya ketidakpastian ini bisa menjadi prioritas,” ujar dia.
"Jadi jangan kita duduk diam. Negara-negara kompetitor kita seperti Vietnam, mereka sudah melihat apa yang harus kita lakukan," ia menambahkan.
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Advertisement