Sukses

Tahun Politik, Penyaluran Kredit Bisa Capai 12 Persen

Pemilihan Presiden pada bulan April ini akan mendongkrak angka penyaluran kredit pada semester dua tahun ini.

Liputan6.com, Jakarta - Tahun 2019 merupakan tahun politik dimana ada gelaran pemilihan umum terbesar yaitu pemilihan Presiden. Di tahun politik ini, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memastikan penyaluran kredit perbankan akan terkena dampak euforia pemilu.

Anggota Dewan Komisioner LPS, Destry Damayanti menyebutkan pemilihan Presiden pada bulan April ini akan mendongkrak angka penyaluran kredit pada semester dua tahun ini. Dia pun yakin penyaluran kredit pada tahun ini dapat mencapai 12,4 persen.

"Pada 2019 kita perkirakan kredit masih meningkat 12,4 persen sumbernya pertama kami melihat, bahwa pemilu yang akan berakhir April akan memberikan pengaruh dinamika perbankan kita khususnya kredit semester 2," kata Destri di kantornya, Kamis (10/1/2019).

Dia juga menambahkan kondisi pasar saat ini cenderung wait and see. Dimana banyak pihak memantau dan melakukan prediksi siapa yang akan terpilih menjadi orang nomor satu di Indonesia selama 5 tahun ke depan. Oleh sebab itu kredit investasi pada saat ini masih stagnan.

"Kalau dalam situasi pemilu sekarang investasi masih stagnan mereka masih liat kedepannya tapi kita berharap (pemilu) aman secara demokratis," ujarnya.

Sebelumnya, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adinegara menyebutkan aliran investasi saat ini tertahan. Sebab saat ini Indonesia tengah ramai membahas debat antar pasangan calon presiden menjelang pemilu.

"Jelang debat Capres, banyak investor yang cenderung menahan masuk ke Indonesia karena khawatir ada kegaduhan dan ketidakpastian kebijakan," ujarnya.

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

OJK Ingin Pertumbuhan Kredit 2019 Bisa di Atas 12 Persen

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pertumbuhan kredit perbankan sepanjang 2018 mencapai 12,45 persen. Angka ini lebih besar daripada pencapaian tahun sebelumnya yang hanya berkisar 8 persen.

Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Heru Kristiyana mengakui dirinya tak menyangka pertumbuhan kredit bisa tembus di atas 12 persen. Sebab, pihaknya hanya menargetkan sepanjang 2018 pertumbuhan berkisar di antara 10 persen sampai 12 persen saja.

"Kemarin waktu targetnya tidak seperti itu juga, (kemarin) antara 10-12 persen. Ternyata lebih dari 12 persen," katanya saat ditemui di Komplek Bank Indonesia (BI), Jakarta, Rabu (2/1/2019). 

Melihat pencapaian tersebut, pihaknya berharap di 2019 pertumbuhan kredit akan mampu lebih baik lagi daripada tahun sebelumnya. Dalam hal ini OJK akan mengevaluasi seluruh sektor perbankan dan melihat mana saja yang perlu dipercepat pertumbuhannya, dan sebaliknya.

"Ya 2019, tentunya kita mengharapkan lebih bagus dari itu ya, tapi saya ingin mengevaluasi bank-bank mana yang perlu dipercepat pertumbuhannya, mana agak sedikit dilihat, pengawas sudah mempunyai evaluasinya, mana yang perlu didorong lebih cepat, mana-mana yang direm dikit," jelasnya.

Heru menambahkan, dengan pertumbuhan kredit mencapai 12,45 persen, kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) gross tercatat sebesar 2,2 persen dan NPL net 1,1 persen. Angka ini jauh dari threshold yakni sebesar 5 persen.

"Kan bagus kan, segitu jauh dari threshold nya, rasanya kita akan terus dorong supaya kredit tumbuh, tetapi yang bermasalah turun, termasuk pinjaman berisiko dalam kisara 8-9 persen, kita akan terus awasi supaya itu turun," katanya.