Sukses

DPR Khawatir Relaksasi DNI Matikan Industri Lokal

Sebelum melakukan relaksasi, pemerintah harus memastikan jika industri dalam negeri yang ada saat ini telah mampu berdaya saing.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah diminta kembali mempertimbangkan kebijakan relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI) yang tertuang dalam Paket Kebijakan ke-16. Sebab jika tidak berhati-hati, kebijakan ini dikhawatirkan akan mengganggu pertumbuhan industri dan usaha di dalam negeri dan perlahan-lahan gulung tikar.

‎Anggota Komisi VI DPR Lili Asdjudiredja mengatakan, sebelum melakukan relaksasi, pemerintah harus memastikan jika industri dalam negeri yang ada saat ini telah mampu berdaya saing. Jika tidak, maka industri lokal akan mati lantaran adanya gempuran asing yang dibekali kekuatan kapital raksasa.

"Pemerintah sebaiknya membantu perkembangan bisnis industri dalam negeri. Kebijakan relaksasi DNI ini juga mesti memperhitungkan dampaknya ke sektor lapangan kerja, perdagangan, teknologi, dan industri," ujar dia di Jakarta, Senin (14/1/2019).

Dia mencontohkan, usaha kecil pembuatan kapas kecantikan yang pernah dibinanya. Dengan sejumlah bantuan teknologi, 114 industri bisa berkembang.

"Tapi kini, saat pemodal besar masuk, pabrik besar berdiri, usaha kecil tak sanggup bersaing. Akhirnya, mati pelan-pelan," ungkap dia.

Selain itu, Lili juga menyarankan agar sektor usaha yang digarap BUMN harus dilindungi dari serbuan asing.

Bukannya tak kuat bersaing, namun menurut dia, mengundang asing datang itu dengan alasan transfer teknologi dan memanfaatkan jaringan internasional itu adalah tidak tepat.

“Orang BUMN kita itu pintar-pintar kok. Mereka tenaga terdidik, menempuh pendidikan tinggi di kampus hebat dalam dan luar negeri. Jangan ragukan kehebatan anak bangsa kita. Di era globalisasi, semua informasi mudah didapat, jaringan bisa dari mana saja,” kata dia.

 

2 dari 2 halaman

Pengaruhi Perkembangan UKM

Sementara itu, Pengamat Ekonomi Rizal Yaya menyatakan, relaksasi DNI bukan sesuatu yang diperlukan untuk pengembangan UKM maupun BUMN.

Menurut dia, jenis bisnis yang masuk dalam program relaksasi tersebut adalah jenis bisnis yang tidak memerlukan investasi besar dan teknologi yang rumit, misalnya warung internet dan industri pengupasan umbi-umbian. Bahkan industri sudah identik dengan lahan bisnis masyarakat Indonesia.

“Jika ini mau dikembangkan, yang diperlukan adalah pemberdayaan berupa kemudahan kredit, pengenalan teknologi baru dan pengembangan pasar. Beberapa jenis bisnis seperti industri percetakan kain dan industri kayu veneer sangat mungkin didorong untuk akses pasar luar negeri jika dapat ditingkatkan kualitasnya,” jelas dia.

Menurut dia, kekhawatiran masyarakat dengan terpinggirkannya usaha mereka oleh asing dengan adanya kebijakan relaksasi DNI ini sangat beralasan. Pengalaman beberapa tahun ini dengan bebasnya bisnis retail modern yang beroperasi di lingkungan perumahan penduduk, telah berakibat banyak usaha sejenis masyarakat lokal menjadi bangkrut.

“Jadi pemerintah perlu memikirkan tidak hanya pengembangan industri tapi juga mempertahankan penguasaan bisnis oleh masyarakat lokal. Tanpa itu maka masyarakat lokal hanya menjadi konsumen saja dalam perkembangan kemajuan ekonomi. Implikasi dapat menimbulkan kesenjangan ekonomi dikalangan masyarakat,” tandas dia.