Sukses

China Terlanjur Rugi Akibat Perang Dagang

Ekonomi China terpukul akibat perang dagang.

Liputan6.com, Jakarta - Taktik Presiden Donald Trump menekan ekonomi China tampaknya berhasil. China dikabarkan sudah telanjur rugi akibat perang dagang. Bahkan, kerugian diprediksi bertambah.

"Sudah jelas bagi saya bahwa China dapat menderita lebih banyak kerugian ketimbang Amerika Serikat, dan dari sini terlihat upaya pihak berkepentingan untuk berjuang lebih keras dan mengamankan sesuatu yang berarti," ujar John Woods, Chief Investment Officer Asia-Pacific, seperti dikutip South China Morning Post.

Ekonomi China juga sudah melambat di tengah terjadinya perang dagang. Pelambatan pertumbuhan ini berpotensi yang paling rendah dalam 28 tahun terakhir.

Credit Suisse memprediksi pertumbuhan ekonomi China melambat ke angka 6,2 persen tahun ini. Angka yang sama juga diprediksi Bank Dunia.

Menurut laporan Darkening Skies Bank Dunia, sejak 2016 pertumbuhan ekonomi China adalah 6,7 persen, 6,9 persen, lalu turun 6,5 persen di 2018 ketika perang dagang memanas. Sementara, satu area yang akan tumbuh di China adalah sektor teknologi yang turun 25 persen tahun lalu.

Dalam jalannya gencatan senjata ini, China pada Desember lalu sudah menurunkan tarif mobil. Sebelumnya, tarif impor mobil buatan AS sebesar 40 persen dan sekarang menjadi 15 persen.

2 dari 2 halaman

Selanjutnya

Ketegangan ekonomi antara Negeri Paman Sam dan Negeri Tirai Bambu dikhawatirkan bisa menghambat perekonomian global. Sampai kini, belum ada tanda bahwa kedua pihak mengubah pendiriannya.

Presiden AS, Donald Trump, mulai melancarkan perang dagang pada Juli 2018 dengan menaikkan tarif impor barang yang berasal dari China. Ia berkilah, China telah mencuri hasil-hasil inovasi atau menekan perusahaan AS yang berada di China untuk menyerahkan teknologi canggihnya.

Presiden China, Xi Jinping, kemudian melakukan langkah balasan dengan mengenakan tarif impor atas produk-produk AS.

Namun, Trump dan Xi pada 1 Desember 2018 sepakat menunda kenaikan tarif impor babak kedua selama 90 hari untuk melakukan negosiasi. Akan tetapi, para ekonom mengatakan bahwa terlalu sedikit waktu untuk menyelesaikan masalah yang telah mengganggu hubungan AS-China selama bertahun-tahun.

 

Video Terkini