Sukses

Masuk Jadi Objek Pajak, Begini Respon Pengusaha E-commerce

Tidak dipungkiri eksistensi e-commerce semakin meningkat mengingat penggunaannya yang sangat mudah karena dapat diakses dari mana saja melalui smartphone.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah berencana memberlakukan aturan pajak bagi pelaku usaha e-commerce atau toko online mulai 1 April 2019. Ini tertuang dalam aturan yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210/PMK.010/2018.

Kebijakan ini pun menuai perhatian pelaku usaha e-commerce. Co-Founder sekaligus Chief Business Development Officer Jakmall.com Sugiri R Wijaya mengakui jika tidak dipungkiri eksistensi e-commerce semakin meningkat mengingat penggunaannya yang sangat mudah karena dapat diakses dari mana saja melalui smartphone.

Peraturan PMK-210 pada dasarnya menekankan pada pelaku usaha e-commerce mulai dari seller, penyedia platform, sampai e-commerce di luar platform. Dalam hal ini, semua pelaku usaha diwajibkan memiliki Nomor Induk Wajib Pajak (NPWP) sebagai syarat utama.

Pemberlakuan ini sebagai upaya agar pelaku e-commerce mendapat perlakuan yang sama dengan toko konvensional, selain itu memudahkan proses administrasi sehingga memunculkan kepatuhan perpajakan para pelaku e-commerce.

Jakmall.com sebagai e-commerce asli Indonesia dinilai mendukung langkah tersebut. “Sejak awal dibentuk pada tahun 2016, seller yang akan berjualan di Jakmall.com memang harus memiliki NPWP dan itu sudah menjadi persyaratan. Kami memberlakukan ini agar orang-orang yang menjual di Jakmall.com betul-betul memiliki barang yang akan dijual. Selain itu, NPWP juga menjadi bentuk kepatuhan pembayaran pajak,” ujar dia, Senin (14/1/2019).

Pria yang akrab disapa Sugiri menambahkan bahwa Jakmall.com memang mengedepankan proses seleksi penjual yang lebih ketat mulai dari administrasi, kualitas produk, sampai pada harga barang yang akan dijual.

Dia menuturkan, sebagai marketplace Indonesia memiliki culture yang berbeda karena memiliki 3 alur pendaftaran untuk memiliki akun. Saat mendaftar ada pilihan untuk menjadi pembeli, affiliate, atau menjadi seller.

Selain itu, pemberlakuan aktivasi pergantian nomor handphone yang dikonfirmasi melalui customer service dilakukan guna mencegah adanya penyalahgunaan data, mengingat data yang pengguna Jakmall.com sangat penting untuk dijaga kerahasiaannya.

“Teman-teman sekarang tidak perlu khawatir karena di Jakmall.com, telah memberlakukan peraturan pemerintah mengenai e-commerce dari awal dan kami sangat mendukung penuh peraturan itu," pungkasnya.

Sementara Senior Public Relation Tokopedia Antonia Adega menuturkan, pihaknya masih pelajari aturan baru ini. Pihaknya selalu mendukung upaya sosialisasi dan peningkatan pendapatan negara selain dari pertumbuhan bisnis baru.

"Kami telah mendukung berbagai inovasi perpajakan, seperti PBB online hingga Samsat online yang selama ini mendapatkan adopsi dan antusiasme luar biasa. Kami berharap aturan dan kebijakan yang dikeluarkan akan selalu berpihak pada pertumbuhan ekonomi nasional dan memberikan kesempatan bagi para pebisnis baru di Indonesia," ujar dia.

 

 

2 dari 2 halaman

Pajak e-Commerce Efektif Berlaku 1 April 2019

Pemerintah resmi memungut pajak kepada pelaku usaha e-commerce mulai 1 April 2019. Ketentuan pengenaan pajak ini pun telah terbit, yakni Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.010/2018 tentang perlakuan perpajakan atas transaksi perdagangan melalui sistem elektronik.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak), Hestu Yoga Saksama memastikan jika aturan perpajakan ini untuk menerapkan perlakuan setara antara pelaku usaha konvensional dan e-commerce. Hal itu diharapkan menciptakan keadilan dalam pengenaan pajak.

"Tidak ada jenis pajak, objek pajak, atau tarif pajak yang baru dalam ketentuan tersebut, melainkan ketentuan yang sudah ada. Sama persis perlakuan perpajakannya dengan pelaku usaha konvensional,” ujar dia saat dihubungi Liputan6.com, seperti dikutip Senin (14/1/2019).

Penerapan pajak bagi pelaku e-commerce, menurut Hestu sesuai ketentuan yang sudah ada. Ia mencontohkan, pelaku e-commerce (pedagang dan penyedia jasa atau pelapak) omzetnya tidak melebihi Rp 4,8 miliar bisa memanfaatkan pajak penghasilan (PPh) final UMKM 0,5 persen dari omzet.

Ini berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu.

Selain itu, tidak wajib menjadi pengusaha kena pajak (PKP) dan memungut PPN kalau omzet tidak melebihi Rp 4,8 miliar dalam setahun.

Ia menambahkan, ketentuan tersebut juga untuk meningkatkan kepatuhan dan mengajak pelaku e-commerce berkontribusi dalam membangun negara lewat pembayaran pajak. Oleh karena itu, pihaknya belum membuat rincian mengenai target penerimaan pajak usai ketentuan itu berlaku.

“Jadi kami tidak membuat perhitungan atau target secara spesifik terkait penerimaan pajak ini,” ujar dia.

Heru mengatakan, pihaknya juga sudah mendiskusikan ketentuan tersebut kepada pelaku usaha e-commerce.

"Ada beberapa kali pertemuan dengan mereka, jadi mereka sudah memahami hal tersebut. Kami akan terus berkomunikasi dengan platform market place untuk menjelaskan lebih lanjut," tutur dia.

Bahkan, sebelum ketentuan ini berlaku, DJP akan melaksanakan sosialisasi kepada para pelaku e-commerce, termasuk penyedia platform marketplace dan para pedagang yang menggunakan platform tersebut.