Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, mengatakan bahwa pemerintah terus berupaya menekan koefisien gini ratio.
Pada 2019 ini, pemerintah menargetkan angka gini rasio dapat ditekan ke 0,38. "Target kita (gini rasio tahun 2019) 0,38," kata dia, saat ditemui, di Gedung BEI, Jakarta, Kamis (17/1/2019).
Sementara dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) untuk tahun 2020-2024, gini rasio ditargetkan turun ke kisaran 0,36.
Advertisement
"Kami tetap berupaya menurunkan gini rasio, sampai menjurus ke 0,36-0,37 ya di 2020-2024. Itu tingkat yang kami anggap cukup aman, meskipun bukan yang terbaik, tapi cukup aman untuk menjaga gejolak dari ketidakmerataan," jelasnya.
Mantan Menteri Keuangan ini mengatakan pemerintah telah menyiapkan beberapa strategi untuk mencapai target tersebut. Salah satunya dengan memanfaatkan perkembangan ekonomi digital dan revolusi industri ke-4.
Baca Juga
"Nah untuk bisa mencapai ke sana pada saat yang sama ada revolusi industri 4 tadi bagaimana meningkatkan inklusivitas dari digital economy," jelasnya.
Selain itu, lanjut Bambang, peningkatan kapasitas dan ketrampilan harus terus dilakukan. "Cara memperkuat inklusivitas adalah dengan menetak tenaga kerja yang sesuai, sehingga mereka tidak tertinggal," ungkapnya.
"Ketika ada digital economy dan revolusi industri mereka tetap bisa bekeja dan berusaha. Pada saat yang sama orang orang yang sudah keluar dari kemiskinan harus diupayakan mendapatkan pekerjaan atau usaha yang bersikenambunagnayang tentunya sejakan dengan revolusi industri ke-4," imbuhnya.
Sementara terkait angka kemiskinan, Bambang mengatakan pemerintah menargetkan angka kemiskinan di kisaran 9 persen di tahun 2019.
"Target kita mendekati 9, turun ke 9. Lima tahun ke depan targetnya agak ambisius, menjurus ke 5 persen. Tapi kan lima tahun ke depan," tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Gini Ratio September 2018 Tercatat Turun Tipis Menjadi 0,384
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh gini ratio mencapai 0,384 pada September 2018. Gini ratio ini juga merupakan tingkat ketimpangan antara penduduk miskin dan kaya.
Kepala BPS, Suhariyanto, menyebutkan angka tersebut menurun sebesar 0,005 poin jika dibandingkan dengan gini ratio Maret 2018 yang sebesar 0,389. Sementara itu, jika dibandingkan dengan gini ratio September 2017 sebesar 0,391, turun sebesar 0,007 poin.Â
BACA JUGA
"Gini ratio di daerah perkotaan pada September 2018 tercatat sebesar 0,391, turun dibanding gini ratio Maret 2018 yang sebesar 0,401 dan gini ratio September 2017 yang sebesar 0,404," kata Suhariyanto di Kantornya, Jakarta, Senin (15/1/2019).
Sementara itu, gini ratio di daerah pedesaan pada September 2018 juga tercatat sebesar 0,319, turun dibandingkan dengan gini ratio Maret 2018 sebesar 0,401 serta gini ratio September 2017 yang sebesar 0,404.
Suhariyanto menambahkan, berdasarkan ketimpangan Bank Dunia, distribusi pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah angkanya di bawah sebesar 17,47 persen.
"Artinya pengeluaran penduduk berada pada kategori tingkat ketimpangan rendah. Jika dirinci menurut wilayah, di daerah perkotaan angkanya tercatat sebesar 16,79 persen yang artinya berada pada kategori ketimpangan sedang. Sementara untuk daerah pedesaan, angkanya tercatat sebesar 20,43 persen, yang berarti masuk dalam kategori ketimpangan rendah," ujar dia.
Dia merincikan, provinsi yang mempunyai nilai gini ratio tertinggi yaitu tercatat di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu sebesar 0,422. Sementara yang terendah tercatat di Bangka Belitung dengan gini ratio sebesar 0,272.
Dibanding dengan gini ratio nasional yang sebesar 0,384, terdapat delapan provinsi dengan angka gini ratio lebih tinggi, yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta (0,422), Gorontalo (0,417), Papua (0,398), Sulawesi Tenggara (0,392), DKI Jakarta (0,390), dan Nusa Tenggara Barat (0,391).
Advertisement