Liputan6.com, Jakarta - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) yang berlangsung pada 16-17 Januari 2019 memutuskan untuk menahan Bank Indonesia (BI) 7-day Reverse Repo Rate atau suku bunga acuan pada angka 6 persen. BI juga menahan suku bunga Deposit Facility pada angka 5,25 persen dan Lending Facility 6,75 persen.
"Rapat Dewan Gubernur BI pada 16-17 Januari 2019 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-day repo" ujar Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, di Kantor BI, Jakarta, Kamis (17/1/2019).
Advertisement
Baca Juga
Perry menjelaskan keputusan tersebut sejalan dengan upaya menurunkan defisit transaksi berjalan atau Current Account Defisit (CAD) ke dalam batas yang aman. "Dan mempertahankan daya tarik aset keuangan domestik," ujarnya.
Bank Indonesia juga terus menempuh strategi operasi moneter untuk menjaga kecukupan likuiditas, baik di pasar rupiah maupun pasar valas (valuta asing) sehingga dapat mendukung terjaganya stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan.
"Ke depan, BI akan terus mengoptimalkan bauran kebijakan dan memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait untuk menjaga stabilitas ekonomi dan memperkuat pertahanan eksternal termasuk untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan sehingga turun menuju ke kisaran 2,5 persen terhadap PDB pada tahun 2019," tutupnya.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Prediksi Analis
Keputusan ini sejalan dengan prediksi para analis dan ekonom. BI memang diperkirakan mempertahankan suku bunga acuan atau BI 7 day (reverse) repo rate 6 persen.
"RDG akan pertahankan suku bunga acuan (6 persen-red)," ujar Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (17/1/2019).
Ia menuturkan, ada sejumlah faktor BI mempertahankan suku bunga acuan tersebut. Pertama, nilai tukar rupiah cenderung stabil terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada awal 2019.
Pergerakan rupiah terhadap dolar AS yang stabil juga didorong aliran dana investor asing yang masuk sejak kuartal IV 2018. Aliran dana investor asing itu berlanjut pada awal 2019.
BACA JUGA
“Aliran dana asing masuk ke pasar keuangan sekitar hampir USD 1 miliar. Di saham sekitar USD 558 juta dan obligasi USD 408 juta,” tutur dia.
Data ekonomi yang rilis sebelumnya seperti cadangan devisa Indonesia meningkat jadi USD 120,6 miliar pada Desember juga dinilai jadi katalis positif.
Kedua, dari global juga akan jadi pertimbangan BI pertahankan suku bunga acuan. Pernyataan pejabat the Federal Reserve yang melunak soal kenaikan suku bunga juga memberi sentimen positif. Apalagi pertumbuhan ekonomi global yang diperkirakan melambat pada 2019 juga jadi perhatian bank sentral.
Selain itu, meredanya perang dagang Amerika Serikat dan China juga mendukung pasar keuangan termasuk pergerakan rupiah.
"Sentimen gencatan senjata soal perang dagang AS-China masih jadi concern," tutur dia.
Di tengah sentimen positif, Josua menilai, pelaku pasar masih soroti defisit neraca perdagangan. Indonesia masih alami defisit perdagangan pada Desember sekitar USD 1 miliar.
Hal ini akan membuat defisit transaksi berjalan melebar pada kuartal IV 2018. "Defisit transaksi berjalan kuartal IV 2018 3,6-3,7 persen terhadap produk domestik bruto," ujar dia.
Hal senada dikatakan Ekonom Senior Budi Hikmat. Ia menuturkan, BI masih akan pertahankan suku bunga acuan 6 persen. Ini lantaran pergerakan rupiah yang stabil terhadap dolar Amerika Serikat. Ditambah ekonomi global yang diprediksi melambat pada 2019.
"6 persen (suku bunga acuan-red). Rupiah stabil dan the Federal Reserve juga lebih bersabar. Ekonomi global juga melambat," ujar dia saat dihubungi Liputan6.com.
Advertisement