Liputan6.com, Jakarta Upaya revitalisasi pabrik gula di Indonesia dinilai masih terhambat oleh lahan tebu yang makin terbatas. Keberadaan pabrik gula dan perkebunan tebu saat ini tidak homogen sehingga terdapat tempat yang kelebihan pasokan, namun juga ada yang kekurangan.
""Secara umum, kekurangan bahan baku karena terjadi penurunan luas area tanam," kata Peneliti Agro Ekonomi dari Institut Pertanian Bogor Agus Pakpahan seperti mengutip Antara, Jumat (18/1/2019).
Advertisement
Baca Juga
Dalam beberapa tahun terakhir, luas perkebunan tebu terlihat menyusut, karena lahan tebu pada 2014 yang tercatat mencapai 478.108 hektare, mengecil menjadi 453.456 hektare pada 2017.
Selain itu, menurut Agus, kebijakan yang ada saat ini tidak mampu membuat para petani bergairah untuk menanam tebu, sehingga tidak mengherankan, apabila pabrik gula melakukan impor "raw sugar" untuk mengoptimalkan utilitas pabrik.
Dalam kesempatan terpisah, pengamat ekonomi dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia Salamuddin Daeng juga mengatakan impor gula untuk menutupi pasokan membuat para petani malas menanam tebu.
"Mereka malas menanam tebu karena harganya murah, jadi kalau pemerintah mau membenahi masalah gula di beberapa bulan terakhir, harus mau belajar dari sejarah, sebetulnya politik gula yang harus diperbaiki," ujarnya.
Menurut dia, pembenahan harus dilakukan secara menyeluruh, tidak hanya kepada perbaikan pabrik gula, namun juga disertai oleh perlindungan bagi petani tebu.
"Perbaikan atau pembangunan tidak akan efisien, karena petani tidak diberikan subsidi dan perlindungan. Di Indonesia, bentuk bansos itu semua ke petani, jadi lebih ke politis, dan tidak berpengaruh ke perkembangan pertanian," jelasnya
Tingkatkan Kualitas Pabrik Gula, PTPN Butuh Rp 13 Triliun
PT Perkebunan Nusantara III (Persero) yang juga sebagai Holding BUMN Perkebunan tengah fokus dalam upaya meningkatkan produktifitas dan kualitas gula, yang menjadi salah satu produk andalan perusahaan.
Upaya yang dilakukan dengan meningkatkan efisiensi pabrik-pabrik gula miliknya. Efisiensi dilakukan dengan cara meningkatkan kapasitas Pabrik Gula (PG) dan mengurangi PG yang dianggap sudah tak efisien.
Direktur Utama PTPN III Doly Pulungan mengatakan, dalam rangka revitalisasi PG, dikeluarkan anggaran sekitar Rp 4,7 triliun sejak 2016.
Baca Juga
"Jadi kita regrouping PG ini dan kita tigkatkan kapasitas dan kualitas produksinya. Sejak 2016 sudah Rp 4,7 triliun investasi yang kita keluarkan dan sampai 2022 nanti total kita butuh Rp 13 triliun," ungkap dia di kantornya, Kamis (6/12/2018).
Seperti diketahui, Holding BUMN Perkebunan ini memiliki roadmap program revitalisasi PG akan selesai pada 2022. Dengan demikian, ditargetkan produksi gula PTPN nanti akan menjadi 1,4 juta ton per tahun dari saat ini hanya sekitar 850 ribu ton per tahun.
Sementara EVP Gula dan Tanaman Semusim PTPN III, Aris Toharisman menjelaskan, sebesar Rp 4,7 triliun yang sudah dikeluarkan ini dialokasikan untuk revitalisasi 7 PG.
Dari 7 PG tersebut diantaranya PG Mojo di Sragen dan PG Rendeng di Kudus. Kedua PG tersebut memiliki kapasitas produksi masing-masing ditingkatkan dari 2.500 TCD menjadi 4.000 TCD.
Kemudian ada PG Gempolkrep di Mojokerto yang kapasitasnya 6.500 TCD ditingkatkan menjadi 10 ribu TCD.
"Yang kapasitas 10 ribu TCD ini akan kita integrasikan dengan pabrik etanol dan produk turunannya," tegas Aris.
Dia menuturkan, Rp 4,7 triliun diperoleh dari Penyertaan Modal Negara (PMN) Rp 3 triliun dan sisanya berasal dari kas perusahaan.
Sementara sisa investasi sekitar Rp 8,3 triliun akan diusahakan PTPN III dari pinjaman perbankan dan juga kas perusahaan.
PTPN III saat ini tengah merevitalisasi 32 PG. Kapasitas produksi 32 PG tersebut nantinya akan ditingkatkan menjadi minimal 4.000 TCD.
Advertisement