"Ini harus diapresiasi dan kita menyambut gagasan ini dengan apresiasi. Mandatori pemanfaatan biodiesel memalui tahapan B2, B5, B10 sampai sekarang B20," kata dia, di Jakarta, Rabu (30/1/2019).
Baca Juga
Advertisement
Dia menegaskan, uji coba penggunaan B50 memerlukan berbagai persiapan. Salah satu dari kendaraan yang bakal dijadikan bahan uji coba.
Sejauh ini perseroan telah bekerjasama dengan PPKS Medan untuk menguji coba B50 terhadap sebuah mobil Multi Purpose Vehicle (MPV) berbahan bakar B20 untuk jarak tempuh 2.000 kilometer. Mobil tersebut, kata dia, merupakan produk Toyota yang terbaru.
"Jangan juga pakai kendaraan yang umurnya 10 tahun 20 tahun kalau bisa baru. Kayak ini yang baru. Makanya mesinnya masih aman," tegas dia.
Sementara untuk implementasi B20, kata dia sejauh ini berjalan lancar dan tidak ada gangguan terutama pada performa mesin mobil.
"Sampai 100.000 km mobilnya yang 3 tahun sampai 5 tahun. Udah dijual juga. Tidak ada masalah, sudah jalan. Dari performa tidak ada perbedaan,"
Made yang juga Presiden Institute Otomotif Indonesia (IOI) mengatakan pihaknya bahkan telah produk dengan bahan bakar etanol 100. Namun diakui produk tersebut belum dijual di Indonesia.
"Kita telah produksi Hilux degnan mesin yang bisa etanol 100 kita ekspor ke brasil yang sudah siap. Sementara di kandang kita belum," tandasnya.
Reporter: Wilfridus Setu Umbu
Sumber: Merdeka.com
KEIN Ungkapkan Manfaat Penggunaan B50
Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta mengungkapkan jika penggunaan biodiesel 50 persen pada pencampuran minyak solar alias B50 memiliki banyak manfaat. Salah satunya menghemat devisa.
"Ini (B50) adalah bagian dari Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang sudah diarahkan presiden. Ada tiga manfaat utama bila kita menggunakan B50. Salah satunya menghemat devisa,” kata dia, di Jakarta, Rabu (30/1/2019).
Tak hanya itu. Menurut dia, penggunaan B50 juga akan memperbaiki defisit neraca perdagangan dari sektor migas serta memacu tumbuhnya industri pengolahan biodiesel di dalam negeri.
"Juga stabilisasi harga, karena 40 persen lebih pengelola sawit kita datang dari rakyat. Maka kita harap itu juga menjaga harga sawit di tingkat masyarakat," imbuhnya.
Dia pun mengatakan bahwa, ke depan Indonesia perlu meningkatkan nilai tambah produk Crude Palm Oil (CPO) yang akan diekspor.
"Untuk ekspor kita ke depan kita harus meningkatkan nilai tambah. Kalau selama ini CPO. Nilai tambah lebih tinggi lagi. Contohnya level ke margarin, kosmetik, atau bahan-bahan kosmetik atau untuk teknologi oil recovery terhadap sumur tua," ungkapnya.
Namun untuk mewujudkan penggunaan B50 di Indonesia dibutuhkan kerja sama dari berbagai pihak, baik pemerintah, industri, maupun lembaga riset.
"Butuh komitmen bukan hanya dari pemerintah, tapi juga dari pemasok sawit, industri otomotif dan lembaga riset. Kalau ini bisa kerja sama akan bagus," tandasnya.
Advertisement