Liputan6.com, Beijing - Selama setahun belakangan ini, China mengalami masa perekonomian yang sulit. Meskipun para ekonom memperkirakan pertumbuhan tahun ini mencapai 6,2 persen, namun angka ini turun dari tahun lalu, dio mana ekonomi China tumbuh 6,6 persen.
Melemahnya perekonomian China akhir-akhir ini juga berimbas pada melemahnya pendapatan beberapa perusahaan seperti perusahaan pembuat pesawat terbang, tas tangan, petani kedelai dan pengelola tempat wisata.
Melemahnya perekonomian China, menjadi kekhawatiran bagi perekonomian dunia. Mengapa dunia harus merasa khawatir?
Advertisement
Baca Juga
Dilansir pada laman The Washington Post, perekonomian China senilai USD 13 triliun atau setara Rp 184.964 triliun (kurs USD 1 = Rp 14.228). Angka ini menjadikan perekonomian China sebagai negara kedua terbesar setelah AS.
Hal ini membuat China menyumbang hampir sepertiga dari pertumbuhan global setiap tahun, dan menjadikan pendorong vital dari penciptaan lapangan kerja dan peningkatan standar hidup. Lebih dari 9 tahun dari ekspansi AS, dan kekhawatiran pertumbuhan ekonomi Eropa membuat laju pertumbuhan perekonomian China jauh lebih penting.
Jika perekonomian China semakin melemah, hal ini akan berdampak pada perekonomian global, seperti Apple Inc yang mengalami penurunan pendapatan untuk pertama kalinya selama dua dekadi karena melemahnya permintaan dari China.
Selain itu, Starbucks Corp yang membuka toko baru di China juga mengalami hal yang sama. Pertumbuhan penjualan mulai melambat sejak 2018. Tidak hanya itu saja, Jaguar Land Rover menutup pabriknya di Inggris selama dua minggu pada Oktober akibat dari permintaan China yang menurun.
Selanjutnya
Konsumen dari China menyumbang sekitar USD 121 miliar untuk membeli barang-barang mewah di dunia pada 2017, dan banyak dari pembelian tersebut dilakukan di luar China. Hal ini membuat perusahaan-perusahaan asing seperti Louis Vuitton, Gucci dan Hermes menggantungkan penjualan mereka kepada konsumen-konsumen seperti konsumen China.
Selain itu, sektor pariwisata global juga melemah, karena lebih dari seperlima pendapatan sektor pariwisata dunia dihasilkan dari penduduk China yang berpergian ke luar negeri.
Selain terjadinya perang dagang dengan AS, melemahnya perekonomian China juga disebabkan oleh Presiden Xi Jinping yang berusaha mengurangi utang-utang Tiongkok yang sangat besar, dan penjualan ritel yang telah lama menjadi tonggak perekonomian China sedang tidak berjalan dengan baik beberapa tahun terakhir. Selain itu, industri penjualan mobil di China juga mengalami penurunan selama hampir 3 dekade pada 2018.
Untuk memperbaiki keadaan ini, China mengambil beberapa langkah yaitu salah satunya meluncurkan beberapa trobosan untuk merangsang penjualan di industri mobil, menurunkan harga pajak, menambah proyek infrastruktur, meringankan kebijakan moneter dan meningkatkan pembiayaan obligasi.
Selain itu, pejabat senior China juga membujuk pemberi pinjaman agar memberikan pinjaman lebih banyak kepada perusahaan swasta, yang mempekerjakan sebagian besar pekerja.
Advertisement