Sukses

Pemakaian Kendaraan Listrik Berkembang, Impor BBM Bakal Turun

Jika kendaraan listrik semakin banyak digunakan, ketergantungan‎ dengan pasokan BBM dari luar negeri bisa berkurang.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah terus mendorong penggunaan kendaraan listrik. Hal ini merupakan upaya untuk meningkatkan ketahanan energi dengan mengurangi ketergantungan impor Bahan Bakar Minyak (BBM).

Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Arcandra Tahar mengatakan, sumber energi kendaraan listrik dihasilkan dari pembangkit yang menggunakan energi primer berasal dari dalam negeri.

Oleh karena itu, jika kendaraan listrik semakin marak digunakan masyarakat akan menggeser kendaraan yang menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang mayoritas berasal dari impor.

"Listrik kita impor enggak? Enggak. Li‎strik adalah jenis energi yang bisa kita produksi sendiri‎," kata Arcandra, di Jakarta, Selasa (22/1/2019).

Arcandra melanjutkan, jika kendaraan listrik semakin banyak digunakan, ketergantungan‎ dengan pasokan BBM dari luar negeri bisa berkurang.

Dengan begitu akan menciptakan ketahanan energi karena  sumber energi Indonesia tida‎k lagi terpangaruh kondisi di luar negeri.

"Kalau bisa produksi sendiri maka apa pun yang terjadi di dunia luar kita tetap memenuhi kebutuhan kita. Intinya itu jadi jangan dilihat semata-mata dari environmental sustainability tapi dilihat kedaulatan energi kita ke depan," ujar Arcandra.

‎Arcandra  menuturkan, dengan beralihnya penggunaan kendaraan berbahan bakar fosil ke kendaraan listrik, juga akan membuat neraca transaksi neraca berjalan Indonesia tidak lagi defisit akibat impor minyak dan gas (migas).

Selain itu, juga akan meningkatkan pemanfaatan listrik yang saat ini pasokannya sudah berlebih.

"Semakin banyak konversi ke listrik, semakin banyak mobil listrik, listrik kita punya excess power. Itu kalau dimanfaatkan untuk menjual listrik. Akibatnya nanti BBM impor turun, kalau kompor listrik LPG turun impornya sehingga enggak ditulis lagi (neraca negatif)," ujar dia.

 

2 dari 2 halaman

Apa Kabar Perpres Mobil Listrik Indonesia?

Sebelumnya, Peraturan presiden (perpres) terkait kendaraan listrik di Indonesia masih tak kunjung selesai. Sejak tahun lalu, perpres tersebut dikabarkan bakal selesai akhir 2018, kemudian mundur menjadi awal 2019, dan masih ditunggu pengesahannya hingga saat ini.

Melansir laman resmi Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pemerintah segera menyiapkan fasilitas insentif fiskal, dan infrastruktur dalam upaya mengakselerasi pengembangan kendaraan listrik di Indonesia.

Untuk itu, diperlukan harmonisasi regulasi dan koordinasi dengan para pemangku kepentingan.

"Terkait fasilitas fiskal, kami sudah berkoordinasi dengan Menteri Keuangan. Setelah disepakati dan sesuai arahan ratas (rapat terbatas), selanjutnya dikoordinasikan dengan Menko Perekonomian dan Kemaritiman untuk persiapan Perpresnya. Kemudian, Menteri Keuangan akan berkonsultasi dengan Komisi XI DPR," ujar Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, seusai mengikuti Rapat Terbatas (Ratas) tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik di Kantor Presiden, Jakarta.

Airlangga menegaskan, Kementerian Perindustrian telah menyusun peta jalan untuk pengembangan industri otomotif nasional. Salah satu fokusnya, adalah memacu produksi kendaraan emisi karbon rendah atau Low Carbon Emission Vehicle (LCEV), termasuk di dalamnya kendaraan listrik.

"Targetnya pada tahun 2025, populasi mobil listrik diperkirakan tembus 20 persen atau sekitar 400 ribu unit dari dua juta mobil yang diproduksi di dalam negeri," ungkapnya.

Di samping itu, pada 2025, juga dibidik sebanyak dua juta unit untuk populasi motor listrik.

"Jadi, langkah strategis sudah disiapkan secara bertahap, sehingga kita bisa melompat untuk menuju produksi mobil atau sepeda motor listrik yang berdaya saing di pasar domestik maupun ekspor," ujar dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini: