Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Robert Pakpahan mengatakan, pemerintah kini tengah mengkaji terkait permintaan pengusaha soal penurunan Pajak Penghasilan (PPh) Badan atau PPh Badan sebesar 25 persen.
"Sedang dikaji di tim kementerian keuangan, apa dampaknya, bagaimana sustainability-nya terhadap Anggaran Pendapatan Belanja dan Negara (APBN) supaya hati-hati," ujar dia di Jakarta, Jumat (25/1/2019).
Kendati demikian, ia mengaku Indonesia bukan satu-satunya negara yang tercatat tinggi memberlakukan PPh Badan itu. Dibanding Eropa, PPh Badan Indonesia cukup tidak terlampau jauh.
Advertisement
Baca Juga
"Masih ada PPh badan yang tarifnya lebih tinggi dari Indonesia. Kalau dibandingkan ke Eropa, kita masih enggak tinggi-tinggi amat karena banyak tariff PPh badan di Eropa yang lebih tinggi dari kita," ujar dia.
Namun, pihaknya tak menampik tren PPh Badan di dunia memang menunjukan tren penurunan. Oleh karena itu, pihaknya mengaku tengah melakukan perimbangan terkait penurunan PPh Badan sebesar 25 persen tersebut.
"Tapi bahwa ada tren menurun kita amati. Jadi memang tren dunia memang turun namun kita coba hitung bagaimana kalau perlu melakukan adjustment. Tentu ini memerlukan perubahan Undang-Undang," pungkasnya.
Â
Jawaban Sri Mulyani Atas Permintaan Penurunan PPh Badan
Sebelumnya, Pengusaha meminta pemerintah melakukan reformasi perpajakan melalui penurunan Pajak Penghasilan (PPh) Badan yang saat ini sebesar 25 persen. Hal tersebut perlu dilakukan untuk memikat investor menanamkan dananya di Indonesia.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Roeslani mengatakan, persaingan kemudahan berusaha antar negara semakin ketat. Sehingga, perlu dilakukan langkah strategis untuk membuat RI tetap menarik.
"Ada harapan reformasi perpajakan. Ini kita apresiasi di mana akan adanya rencana penurunan PPH Badan, itu akan timbulkan daya saing yang meningkat Indonesia," ujar Rosan saat diskusi outlook ekonomi 2019 di Ritz Carlton, Jakarta, Selasa (8/1/2019).
Permintaan ini langsung mendapat tanggapan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Dia mengatakan, perubahan PPh Badan ini membutuhkan waktu yang panjang mengingat perlu dilakukan perubahan undang-undang.
"PPh Badan ini membutuhkan perubahan undang-undang yang butuh proses panjang, bukan hanya Inpres atau PMK. Ini artinya ada unsur politik, perlu dirapatkan dengan DPR, tidak bisa cepat," tutur dia.
Sri Mulyani juga menjelaskan, besaran tarif PPh Badan RI tak jauh berbeda dengan negara tetangga lainnya, seperti Malaysia, Thailand maupun Filipina. Meskipun demikian, dia mengakui, Singapura masih lebih murah dibanding Indonesia.
"Memang kalau Singapura yang dipakai sekarang ini 17 persen. Tapi Amerika Serikat saja 21 persen, jadi 25 persen itu bukan tinggi tapi juga enggak terlalu rendah," ujar dia.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut menambahkan, berbagai negara memang tengah berupaya menurunkan PPh Badan. Namun dalam pertemuan G-20 selalu diingkatkan, penurunan tarif tidak boleh menjadi bumerang perekonomian antar negara.
"Kami di G-20 disampaikan, jangan sampai race to the bottom, semua negara ingin turunkan rate pajak dan jangan sampai menjadi backfire (bumerang) ekonomi ke semua negara," tandasnya.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Advertisement