Liputan6.com, Jakarta Presiden Venezuela Nicolas Maduro sedang mengalami krisis politik akibat perekonomian negaranya yang kacau balau. Setelah "dipecat" oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, sekarang Maduro tak bisa mendapatkan akses emas Venezuela lagi.
Dilaporkan Bloomberg, Maduro mencoba menarik emas miliknya di Bank of England atau Bank Sentral Inggris senilai USD 1,2 miliar atau Rp 16,9 triliun (USD 1 = Rp 14.092), sayangnya emasnya terlanjur ditahan oleh Bank Sentral Inggris. Padahal, emas senilai USD 1,2 miliar itu adalah bagian dari simpanan luar negeri Venezuela yang totalnya USD 8 miliar (Rp 112,7 triliun).
Pejabat tinggi AS disinyalir melobi pihak Inggris untuk melakukan itu. Tercatat nama Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dan Penasihat Keamanan Nasional AS menjadi pihak yang meminta pihak Inggris menolak permintaan Maduro.
Advertisement
Baca Juga
Pencekalan akses ini dilakukan pihak AS agar dapat diberikan ke Juan Guaido, sosok oposisi yang mendapatkan restu AS untuk mengambil kekuasaan dari Maduro. Langkah AS mendapat dukungan dari negara-negara Uni Eropa serta mayoritas negara Amerika Latin seperti Argentina, Brazil, Ekuador, Paraguay, dan Peru.
Untuk diketahui, Presiden Trump secara resmi tidak mengakui Maduro sebagai presiden Venezuela sejak tanggal 24 Januari 2019. Rusia, Turki, China, dan Rusia menentang langkah AS.
Venezeula di bawah rezim sosialis Maduro mengalami kesulitan ekonomi yang sangat besar sehingga jutaan rakyatnya memih kabur ke negara tetangga seperti Ekuador. IMF menyebut inflasi Venezuela di tahun 2019 bisa mencapai 10 juta persen.
Presiden Nicolas Maduro Tunda Pengusiran Diplomat AS dari Venezuela
Pemerintahan Presiden Nicolas Maduro, pada Minggu 27 Januari 2019, menangguhkan keputusannya untuk mengusir para diplomat Amerika Serikat dari Venezuela.
Penangguhan itu menunjukkan sikap kepala dingin dari pemerintahan Maduro yang sebelumnya memerintahkan para diplomat AS angkat kaki dari negaranya pada "72 jam ke depan" --serta efektif menyatakan pemutusan hubungan diplomatik Caracas - Washington DC-- pada Rabu 23 Januari 2019.
Pengusiran diplomat AS oleh pemerintahan Maduro datang setelah AS menyatakan dukungannya pada pemimpin oposisi Juan Guaido, yang juga menjabat sebagai pemimpin Majelis Nasional Venezuela, pada Selasa 22 Januari. Lalu, pada 25 Januari, Guaido mendeklarasikan diri sebagai 'presiden interim' Venezuela.
AS kemudian meminta dunia untuk "memilih pihak" dalam krisis yang bergerak cepat di negara Amerika Selatan itu. Mereka juga menyatakan bahwa Maduro bukan lagi presiden sah Venezuela.
Akhirnya, muncullah periode Sabtu 26 Januari 2019, alias tenggat yang diberikan pemerintahan Maduro kepada diplomat AS untuk hengkang dari Venezuela.
Namun, ketika tenggat mendekati habis, Kementerian Luar Negeri Venezuela mengeluarkan pernyataan yang mengatakan bahwa "pemerintahan Maduro menangguhkan pengusiran dan memberikan waktu 30 hari guna bernegosiasi dengan para pejabat AS" mengenai pembentukan "kantor kepentingan AS" di Venezuela dan sebaliknya, demikian seperti dikutip dari Al Jazeera, Minggu (27/1/2019).
Sejauh ini pihak Kementerian Luar Negeri AS belum menanggapi permintaan Venezuela. Namun, pada beberapa kesempatan sebelumnya, Kemlu AS menegaskan bahwa "prioritas ada pada kondisi keselamatan personel (diplomatik)" dan bahwa mereka tidak memiliki rencana untuk menutup kedutaan.
Skema 'kantor kepentingan' yang ditawarkan Caracas sama seperti yang pernah diterapkan AS dan Kuba selama beberapa dekade, yang bermula pada Perang Dingin sampai pemerintahan Presiden Barack Obama memulihkan hubungan diplomatik dengan pulau yang dikelola komunis itu.
Â
Advertisement