Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas mengungkapkan, Indonesia berada di posisi paling bawah dalam hal akses masyarakat terkait jasa keuangan di antara negara-negara ASEAN lain.
Direktur Jasa Keuangan dan BUMN Kementerian PPN/Bappenas, Muhammad Cholifihani mengatakan, salah satu indikator dari minimnya akses masyarakat Indonesia terhadap jasa keuangan yaitu rasio uang yang beredar (M2) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang masih rendah.
Baca Juga
‎"Data menunjukan kita di negara ASEAN saja memang paling buncit, di bawah myanmar. Sangat dangkal lah. Yang M2 per PDB sebenarnya potensial yaitu 60 persen tapi ternyata realitanya hanya 38 persen," ujar dia dia dalam Seminar Hasil Kajian Pendalaman Keuangan di Indonesia, Senin (28/1/2019).
Advertisement
Menurut dia, pemerintah sebenarnya telah banyak berupaya untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat. Namun hal tersebut belum maksimal, khususnya untuk masyarakat di daerah.
"Sebetulnya pemerintah harapannya usaha-uaha memperkenalkan literasi keuangan enggak hanya perbankan, tetapi seperti pasar modal, asuransi itu masih luar biasa. Atau tabungan saham, saya lihat pemerintah juga sudah dorong tapi animo juga belum terbentuk kuat," kata dia.
Â
Oleh sebab itu, lanjut Cholifihani, pemerintah tengah menyiapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 di bidang jasa keuangan.
RPJMN akan melibatkan seluruh elemen terkait agar upaya literasi keuangan berjalan lebih masif.
"Untuk arah kebijakan, kami 2020-2024 mendorong sektor keuangan baik itu melalui instusi, literasi keuangan maupun pendalamannya. Yang kita lakukan kolaborasi dan kerjasama antara stakeholder keuangan di Indonesia. Regulator keuangan ada OJK, BI, LPS. Itu bukan cuma tugas pemerintah tapi masyakatnya juga dorong. Bantuan nontunai itu kan tujuannya untuk buka rekening, nanti inklusi keuangannya pasti meningkat," tandas dia.
Â