Sukses

Bantuan Pangan Non-Tunai Tingkatkan Kemandirian Warga Kurang Mampu

Masyarakat penerima manfaat menyatakan lokasi e-warong dekat dengan rumah KPM dengan waktu tempuh sekitar 10 menit (median).

Liputan6.com, Jakarta - Survei yang dilakukan oleh lembaga independen MicroSave Consulting Indonesia menghasilkan kesimpulkan bahwa 96 persen Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan 89 persen e-warong menyatakan dari program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) merasa puas dengan adanya program tersebut.

Sejumlah indikator menunjukkan bahwa peneriman bantuan merasakan bahwa proses BPNT saat ini mudah dan nyaman sehingga baik KPM maupun e-warong merasakan manfaat positif dari pelaksanaan BPNT tersebut.

Survei oleh MicroSave Consulting Indonesia tersebut dalam kerangka kerjasama antara Kementerian Sosial RI dan Bill & Melinda Gates Foundation (BMGF). Survei yang dilakukan dari periode Oktober hingga Desember 2018, mencakup 93 Kota di 25 Provinsi.

Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan, tingkat kepuasan KPM dan e-warong yang tinggi tersebut linear dengan data angka kemiskinan BPS yang turun menjadi single digit sekitar 9,82 persen pada Maret 2018 dan 9,66 persen pada September 2018.

Selain itu, terbukti bahwa bansos yang diberikan oleh pemerintah melalui BPNT memberikan peluang usaha bagi pengusaha mikro khususnya wanita (68 persen) sehingga mendorong pertumbuhan e-warong KUBE yang dikelola oleh penerima PKH yang pada akhirnya meningkatkan kemandirian masyarakat kurang mampu.

“Hasil survei ini bersifat independen dan dapat berlangsung berkat dukungan dari BMGF dan mitra kerjanya di Indonesia, antara lain MicroSave Consulting (MSC) dan Inke Maris & Associates (IMA)," jelas dia dalam keterangan tertulis, Senin (28/1/2019).

Berdasarkan temuan dalam riset tersebut, masyarakat penerima manfaat menyatakan lokasi e-warong dekat dengan rumah KPM dengan waktu tempuh sekitar 10 menit (median). Bantuan tersebut juga dapat memenuhi satu hingga dua minggu atau sekitar 12 persen hingga 29 persen kebutuhan pangan keluarga tersebut.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Jadi Dasar Kebijakan

Country Manager MicroSave Consulting (MSC) Indonesia, Grace Retnowati, menyampaikan bahwa hasil temuan-temuan tersebut diharapkan dapat mendukung pemerintah dan segenap pemangku kepentingan untuk mengambil langkah-langkah atau kebijakan yang diperlukan.

Dari hasil temuan riset, misalnya, sekitar 85 persen KPM memiliki ponsel dan mayoritas di antaranya adalah smartphone. Hal ini tentunya bisa menjadi masukan bagi pemangku kepentingan untuk mempertimbangkan alternatif sistem pembayaran dan transaksi baru yang lebih mudah, murah, dan aman bagi masyarakat miskin sehingga risiko seperti lupa ‘PIN’ bisa ditekan.

Di sisi lain, kepemilikan rekening baru oleh penerima BPNT perlu didorong lebih lanjut pemanfaatannya sehingga dapat mendukung pencapaian program pemerintah lainnya seperti meningkatkan inklusi keuangan, meningkatkan kesejateraan masyarakat miskin melalui peluang usaha baru dari kerjasama antara e-warong, bank, serta Bulog.

Selain itu, untuk memastikan sistem audit dan pemantauan yang lebih akurat dan tepat waktu, perlu dipertimbangkan pengembangan platform sistem pembayaran dan pemantauan seluruh program bantuan sosial oleh pemerintah dengan memanfaatkan teknologi sebagai mana dilakukan di negara lain.

“Contohnya, PFMS (Public Financial Management System) di India memanfaatkan gerbang sistem pembayaran nasional untuk menghubungkan secara langsung rekening perbendaharaan negara dan rekening KPM,” kata Grace.