Liputan6.com, New York - Harga minyak merosot tiga persen, dan alami penurunan persentase terbesar satu hari dalam sebulan.
Ini dipicu meningkatnya rig minyak Amerika Serikat (AS) sehingga meningkatkan pertumbuhan suplai. Selain itu, perhatian pelaku pasar masih berlanjut terhadap perlambatan ekonomi global.
Harga minyak berjangka Brent melemah USD 1,71 atau 2,8 persen ke posisi USD 59,93 per barel. Sementara itu, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) merosot USD 1,7 atau 3,2 persen ke posisi USD 51,99 per barel. Harga minyak acuan tersebut alami penurunan terbesar harian pada 27 Desember.
Advertisement
Baca Juga
"Kami melihat harga minyak benar-benar mulai kacau di sini. Salah satu faktor yang berperan adalah meningkatnya jumlah rig yang kami lihat," ujar Phillip Streible, Senior Market Strategist RJO Futures, seperti dikutip dari laman Reuters, Selasa (29/1/2019).
AS menambah 10 rig minyak pada pekan lalu. Hal itu berdasarkan data perusahaan jasa energi Baker Hughes. Ini memberikan sinyal ekspansi produksi minyak AS yang telah bebani sentimen pasar.
Selain itu, perang dagang antara Washington dan Beijing bebani masa depan seiring optimisme investor berkurang kalau kedua belah pihak akan segera akhiri tarif selama berbulan-bulan yang telah merusak ekonomi China.
"Hal ini menambah ketidakpastian tentang berapa lama pemerintah AS akan tetap terbuka setelah AS setuju akhiri penutupan terpanjang dalam sejarah, mengurangi optimisme investor,” ujar Gene McGillian, Direktur Tradition Energy.
"Saya pikir kedua faktor itu tampaknya telah memicu kekhawatiran tentang melambatnya pertumbuhan permintaan yang telah menjadi salah satu pendorong utama di pasar untuk sementara waktu," McGillian menambahkan.
Selanjutnya
Harga minyak berjangka pun tetap di jalur untuk kenaikan bulan yang cukup kuat dalam lebih dari dua tahun. Ini setelah pemangkasan produksi oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya.
Harga minyak Brent telah naik hampir 12 persen pada Januari. Ini peningkatan bulanan terbesar sejak Desember 2016. Harga minyak WTI naik lebih dari 13 persen pada Januari, lompatan terbesar sejak April 2016, ketika melonjam hampir 20 persen.
Investor pun telah menambah taruhan pada kenaikan harga minyak berkelanjutan pada Januari untuk pertama kalinya sejak September. Hal tersebut berdasarkan data InterContinental Exchange.
Sebagian besar prospek permintaan bergantung pada China dan apakah penyulingnya akan terus impor minyak mentah pada 2018.
Perusahaan industri di China melaporkan penurunan pendapatan bulanan kedua pada Desember. Ini terlepas dari upaya pemerintah untuk mendukung pinjaman dan investasi.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement