Sukses

Indef Minta Pemerintah Kaji Ulang Relaksasi DNI

Relaksasi DNI dianggap tidak efektif untuk mendorong pertumbuhan investasi.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah diminta mengkaji ulang kebijakan relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI) yang telah diumumkan melalui Paket Kebijakan Ekonomi XVI.

Lantaran kebijakan ini dianggap tidak efektif untuk mendorong pertumbuhan investasi.

Pengamat Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira mengatakan, belajar dari relaksasi DNI sebelumnya, ada kebijakan ini tidak berdampak signifikan terhadap kenaikan investasi di dalam negeri.

"Sebelumnya pemerintah melalui paket kebijakan ke X tahun 2016 sudah membuka ruang untuk investasi asing cukup besar. Relaksasi DNI pernah dicoba. Ada 101 bidang usaha yang diperluas bagi investor asing, tapi 51 bidang usaha buktinya tidak diminati oleh investor," ujar dia di Jakarta, Selasa (29/1/2019).

Relaksasi DNI juga dinilai kurang menguntungkan bagi ekonomi Indonesia. Sebab, investasi asing yang masuk tidak melibatkan pengusaha lokal sehingga dampaknya kurang terasa bagi perekonomian nasional.

"Liberalisasi dengan membuka pintu masuk bagi investor asing di sektor DNI itu berdampak negatif bagi perekonomian masyarakat. Investor boleh masuk tapi harusnya ada sharing dengan pemain lokal dan saham pengendali ada di pengusaha lokal, bukan 100 persen diberikan ke asing," kata dia.

Selain itu, menurut Bhima, ada risiko yang harus dihadapi dari dibukanya Daftar Negatif Investasi ini. Salah satunya yaitu pertumbuhan ekonomi yang semakin tidak inklusif lantaran kegiatan ekonomi akan dikuasai oleh investor asing dengan modal yang besar saja.

"Jika ada profit pun akan ditransfer ke negara induknya. Ini yang membuat neraca pembayaran terus mengalami tekanan. Pendapatan investasi kita defisit USD 31,2 miliar karena transfer modal keluar negeri. Repatriasi modal keluar negeri ujungnya merugikan rupiah dalam jangka panjang," ungkap dia.

 

 

 

 

2 dari 2 halaman

Relaksasi DNI Tak Mendesak Dilakukan

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menyatakan, dengan relaksasi DNI ini memang diharapkan bisa mendorong pertumbuhan investasi  di dalam negeri. Namun, sebenarnya masih ada faktor lain pendorong investasi yang dinilai pengusaha lebih penting yaitu soal kemudahan perizinan.

"DNI hanyalah salah satu aspek penting, tetapi bukan yang terpenting. Permasalahan utama di sini itu adalah perizinan. Hal ini dulu yang diperbaiki. Selain itu, kita juga perlu merumuskan kebijakan bagaimana investasi mereka tetap di sini, profitnya tidak semuanya dibawa keluar negeri sehingga berkontribusi terhadap perekonomian kita juga," ujar dia.

Shinta menambahkan, saat ini sektor yang masuk dalam daftar relaksasi DNI juga sudah bisa dikelola sendiri oleh pengusaha dalam negeri. Sehingga sebenarnya relaksasi tersebut tidak mendesak untuk dilakukan.

"Revisi DNI ini juga banyak yang merupakan sektor yang sudah bisa dipegang pengusaha. Jadi tidak terlalu urgent" tandas dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Â